JAMBI - Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Barat (Pemkab Tanjabbar) mengimbau kepada para petani kelapa sawit nya untuk segera memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) agar pada dua tahun mendatang buah sawit di kabupaten itu masuk kategori Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Dengan diterapkan oleh pemerintah pada 2025 mendatang Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Kabupaten Tanjungjabung Barat imbau masyarakat untuk segera memiliki STDB, kata Sekretaris Disbunak Tanjabbar Ridwan, Senin.
Pemkab Tanjab Barat memiliki tiga tugas penerapan ISPO berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Ketentuan ISPO wajib bagi pekebun baik perkebunan masyarakat maupun perkebunan perusahaan mulai berlaku lima tahun sejak peraturan menteri diundangkan artinya Permen ini diundangkan 2020 di 2025 semuanya sudah wajib memiliki.
\"Semuanya wajib baik perorangan maupun perusahaan harus memilikinya,\" kata Ridwan.
Menindaklanjuti hal itu, Disbunak Tanjab Barat telah melakukan sejumlah langkah untuk pekebun sawit yang memiliki luas lahan di bawah 25 hektare (Ha) wajib didaftarkan dengan STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya).
\"Saat ini kita tengah melakukan sosialisasi ke berbagai wilayah di kecamatan yang masyarakatnya berkebun sawit jadi sudah kita laksanakan dua tahun ini sosialisasi STDB di kecamatan dan desa-desa,\" katanya.
Kemudian untuk perusahaan perkebunan wajib memiliki standar ISPO. ISPO ini berstandar Nasional Indonesia dan ada juga yang berstandar internasional, akan tetapi saat ini yang diberlakukan untuk pekebun kelapa sawit yang dikelola secara mandiri wajib melaporkan usahanya kemudian untuk perusahaan wajib disertifikasi ISPO.
Diwajibkan ISPO karena produk kelapa sawit ini hasil produknya adalah CPO minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit ini harus ditelusuri perolehannya karena yang diketahui perusahaan memiliki izin bentuknya HGU (Hak Guna Usaha) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ridwan menyebutkan legalnya sebuah perusahaan yakni HGU. Akan tetapi jika ada perusahaan sawit di luar HGU yang perolehannya di lahan kawasan dan buahnya di lahan kawasan kemudian diolah dalam pengolahan hasil di pabrik menjadi CPO.
\"Inilah yang dimaksud dengan ketidaksesuaian asal usul dari buahnya yang artinya perusahaan tidak boleh mengambil hasil di tanah kawasan Hutan Produksi (HP),\" katanya.
Menurut Ridwan, ada tujuh prinsip bagi perusahaan perkebunan untuk mematuhi ISPO, dimana tujuh prinsip itu yang pertama kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan (kepemilikan izin) baik HGU, IUP dan lainnya, kedua praktek perkebunan yang baik yakni memiliki rencana kerja, ketiga pengelolaan lingkungan hidup Sumber Daya Alam (SDA) dan keanekaragaman hayati.
Laporan perusahaan ke dinas terkait juga harus dilakukan dan laporan itu dilakukan setiap enam bulan sekali wajib dilaporkan semua kegiatan perusahaan, baik itu jumlah produksi CPO nya atau lainnya.
Saat ini ada perusahaan perkebunan di Tanjab Barat tengah mengajukan perpanjangan sertifikat ISPO selama tiga tahun dan saat ini juga ada perusahaan yang tidak ditindaklanjuti untuk rekomendasi ISPO nya untuk diperpanjang.
Pihak pemerintah daerah juga nantinya akan melakukan pengecekan buah, bibit dan produksi CPO nya dengan metode yang sudah ditentukan berdasarkan standar ISPO.