INI adalah pertanyaan semua orang yang berdoa dengan penuh harap tetapi doanya belum juga terkabul. Disini saya menggunakan kata “BELUM” bukan “TIDAK” terkabul untuk doa yang dimohonkan. Karena Allah kita adalah Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemberi, Maha Pengabul Doa dan Maha segala Maha kesempurnaan.
Baca juga : Pengabulan Doa Adalah Wilayah Allah
Hanya untuk mengabulkan doa-doa yang dimohonkan kepada-Nya adalah hal yang mudah dan tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan luasnya Rahmaniyah dan Rahimiyah-Nya. Tetapi walaupun demikian, Allah memiliki skenario tersendiri dalam menjawab doa-doa yang dimohonkan yang tidak akan mampu dicapai oleh pemikiran kita.
Skenario Allah dalam menjawab doa-doa yang kita panjatkan tidak bisa direka-reka mungkin begini mungkin begitu. Mencoba menyimpulkan apa yang menjadi rencana Allah adalah Kesia-siaan, karena rencana Allah hanya Allah saja yang mengetahuinya, kecuali rencana itu diberitakan kepada kita melalui para utusan Nya maka kita akan mengetahuinya. Seperti misal rencana Allah dalam skala besar yaitu menjadikan kehidupan lain di alam akhirat yang diketahui oleh semua orang yang beriman.
Baca juga : Melalui Do'a Kita Mengenal Allah
Ada juga rencana Allah dalam skala kecil yang disampaikan melalui para utusan-Nya, melalui orang-orang saleh dan yang disampaikan secara personal kepada kita baik melaui mimpi atau firasat. Para utusan Allah dan orang-orang saleh tidak diragukan apabila mendapat kabar dari Allah tentang apapun yang akan terjadi. Dan sampai saat ini pun Allah masih selalu memberikan kabar atas suatu kejadian yang belum terjadi kepada orang-orang saleh dengan cara-cara yang dikehendaki-Nya. Allah itu bersifat BAQA (=abadi), maka semua sifat-sifat ilahiyah-Nya, termasuk KALAM (=bercakap-cakap), juga abadi. Pemberitaan dari Allah melalui mimpi atau firasat kepada orang-orang salih itu menunjukan realitas sifat KALAM- Nya yang abadi.
Bahkan KALAM itu bukan saja terhadap orang-orang yang saleh, terhadap orang biasa pun Allah selalu menunjukkan realitas KALAM Nya dengan cara-cara yang Allah kehendaki. Pernyataan ini didasarkan pada fakta Alquran tentang mimpi dua orang yang berada dalam satu penjara dengan Nabi Yusuf A.S. dan mimpi Raja Mesir, di mana mimpi tersebut merupakan rencana Allah yang disampaikan melalui tiga orang yang berbeda dalam kasus yang berbeda pula (Q.S. Yusuf : 35 – 37 dan QS. Yusuf : 43). Mereka bukan utusan Allah atau orang-orang saleh.
Meskipun suatu mimpi masih perlu mendapat takwil (=penjelasan dari abstrak kekongkrit) sebagaimana yang diperagakan dalam kisah Nabi Yusuf a.s., namun suatu mimpi yang berasal dari Allah merupakan bentuk komunikasi antara hamba dengan Allah, di samping ada pula mimpi-mimpi yang bukan berasal dari Allah.
Baca juga : Kapan Allah Mengabulkan Doa Kita ?
Kita harus menyadari bahwa sepintar apa pun kita, sehebat apa pun kita, secerdas apa pun kita, otak kita dibatasi oleh tengkorak kepala, artinya ada batasan yang membatasi kepintaran, kehebatan dan kecerdasan kita. Misal kepintaran manusia yang dapat melihat tata surya dan benda-benda angkasa lainnya dengan menciptakan “Teleskop”,serta dapat menghitung kecepatan putaran mereka mengelilingi matahari. Teleskop yang diciptanya itu baru menjangkau sebatas planet terjauh “Pluto”, itupun dikabarkan belakangan ini tidak terlihat lagi. Sedangkan adanya alam lain di luar tata surya tidak dapat dijangkau oleh kecerdasan otak. Ini baru sebatas alam, di mana otak manusia tidak mampu mencapainya. Apatah lagi wilayah Allah.
Dalam hal doa pun demikian. Sangat keliru otak kita yang terbatas ini berpikir tentang sesuatu yang ada dalam wilayah Allah yang tidak terbatas. Atau sebaliknya menarik wilayah Allah yang tidak terbatas ke dalam pemikiran kita yang terbatas. Rasulullah SAW dalam kaitan dengan Surah Ali Imran : 191 – 192 bersabda : “Berpikirkah (perhatikanlah) makhluk Allah, dan jangan memikirkan zat Allah, maka sungguh kamu tidak dapat memperkirakannya (menjangkaunya), atau membatasi kebesaran-Nya”(H.R. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas). Menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu Ahadits Ash-Shahihah derajat hadits tersebut hasan.
Baca juga : Shalat Adalah Persembahan Amal
Realitas orang yang doanya belum terkabul harus difahami dari dimensi kita (manusia), bukan menyimpulkan Allah begini atau begitu. Allah punya rencana terhadap doa yang dimohonkan yang kita tidak akan pernah tahu bagaimana rencana tersebut. Berdasarkan empiris, pengabulan doa itu ada yang sesuai dengan yang dimohonkan, ada yang mendapatkannya dalam bentuk lain, ada yang Allah berikan dengan yang lebih baik dari yang dimohonkan, dan ada pula yang pengabulan doanya diberikan jauh setelah doanya dimohonkan.
Adalah Nabi Nuh a.s. saat berdoa agar Allah memberikan keputusan kepada umatyang menolak risalah Nya, ia diperintah Allah untuk membuat Bahtera (Q.S. Al-Syura : 117 – 118, Hud : 37, Al-Mu’minun : 27). Lama waktu yang ia pergunakan untuk membuat Bahtera itu sekitar 400 tahun. Itu menurut Riwayat Salman Alfarisi. Tetapi Riwayat terpisah versi Bybelsekitar 100 tahun. Ketika nama Nuh pertama kali disebutkan di kitab Kejadian 5:32, dia berusia 500 tahun, dan ketika Nuh memasuki bahtera (Kejadian 6:14-21) dia berusia 600 tahun. Jadi, waktu yang dibutuhkan untuk membuat bahtera terjadi antara peristiwa di kitab Kejadian 5:32 dan Kejadian 6:14-21, yaitu 100 tahun.
Kejadian itu menunjukkan bahwa ada waktu yang panjang antara doa dan pengabulannya. Bahkan ada proses usaha / ikhtiar yang dilalui untuk terwujudnya pengabulan doa. Nabi Nuh harus membuat Bahtera dahulu sebelum doanya dikabulkan 100 atau 400 tahun kemudian.
Bahkan terkabulnya doa Nabi Ibrahim a.s. lebih lama lagi, yakni setelah berlalu 3000 tahun(Nabi Ibrahim hidup di sekitar tahun 2495 SM – 2295 SM) dengan masa pengabulannya pada masa Rasulullah SAW (tahun 630 Masehi, yaitu saat fathu Mekah). Doa yang dimohonkan Nabi Ibrahim itu adalah :
“Ya Tuhan, jadikanlah negeri (Mekah) ini, negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.\" (Q.S. Ibrahim : 35)
Dalam kasus ini, doa yang dimohonkan oleh Nabi Ibrahim sampai terjadi pengabulan telah melalui generasi ke generasi, bahkan kalau dirunut dari silsilah Nabi Muhammad SAW yang menjadi wujud pengabulan doa tersebut dengan Nabi Ibrahim sebagai orang yang memohon doa kepada Allah, telah berlalu hingga 30 generasi. Imam Ibnu Hisyam dalam kitab al-Sîrah al-Nabawiyyah menulis bahwa silsilah Rasulullah Muhammad SAW sampai kepada Nabi Ibrahim adalah sebagai berikut : Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qusayy bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Al-Nadlr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’add bin ‘Adnan bin Udda bin Muqawwim bin Nahur bin Tayrah bin Ya’ruba bin Yasyjuba bin Nabat bin Ismail bin Ibrahim.
Tentu saja dalam waktu yang panjang itu, telah terjadi proses perubahan peradaban dan budaya yang dari generasi ke generasi semakin baik semakin mengarah menuju ke doa yang dimohonkan Nabi Ibrahim, hingga akhirnya terwujud pada tahun 630 Masehi ketika Nabi Muhammad Rasulullah SAW berhasil mengislamkan negeri Arab. Mulai saat itu apa yang dimohonkan Nabi Ibrahim kepada Allah benar-benar terwujud, dimana Mekah bukan saja menjadi tempat yang aman secara ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, juga menjadi sentra peribadatan yang tiada berhenti sedetikpun.