JAMBI – Polda Jambi telah menetapkan satu tersangka kasus e-KTP palsu di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jambi. Dalam pengembangan perkara, terungkap bahwa uang hasil pembuatan e-KTP palsu itu juga mengalir ke petinggi dinas tersebut.
Menurut Deddy Yuliansyah, penasihat hukum Febriansyah yang menjadi tersangka tunggal kasus ini, kliennya terakhir diperiksa pada Jumat pekan lalu. Dia mengakui adanya pengakuan soal aliran dana dari para staf yang terlibat membuat e-KTP palsu ke atasan mereka.
Ini terungkap dari pengakuan Eko Permana, rekan Febriansyah yang diperiksa sebagai saksi. Deddy mengungkapkan, di hadapan penyidik Eko mengakui hasil penjualan e-KTP mengalir ke Jumiati, salah satu kasi di Dinas Dukcapil.
Menurut Deddy, Eko mentransfer uang ke Jumiati untuk membeli blanko. Penyidik, lanjut dia, sudah mengkonfrontir Eko dengan Jumiati.
“Hanya saja, Jumiati mengaku bahwa itu utang-piutang. Nilainya memang tidak banyak. Tapi itu untuk beli blanko. Eko tetap mengatakan itu untuk beli blanko,” ungkap Deddy kepada Metro Jambi, Senin (11/10).
“Nilainya bervariasi, persisnya saya lupa. Pokoknya ada berapa juta sekali transfer,” kata Dedy. Jumiati sendiri belum bisa dihubungi dan ditemui untuk diminta konfirmasi atas pengakuan yang menyudutkannya itu.
Febriansyah diketahui bertugas sebagai operator penerbitan blanko. Namun, sangkaan kepadanya adalah illegal access karena dia yang bisa membuka login operator e-KTP. Tetapi, kata Deddy, tindakannnya diketahui atasannya.
“Kalau Eko di UPTD, tempat perekaman e-TKP,” tukas Dedy.
Diakuinya, dalam proses pembuatan e-KTP, biaya blanko diminta ke warga bervariasi antara Rp 20 ribu hingga Rp 100 ribu. “Tapi korban tidak melapor,” tegasnya.
Kasubdit V Cyber Ditreskrimsus Polda Jambi AKBP Wahyu Bram mengatakan, tersangka kasus ini masih bisa bertambah. “Sekarang memang baru satu. Nanti kita akan gelar perkara lagi,” kata Bram, Minggu (10/10).
Ditanya soal informasi adanya aliran dana ke atasan tersangka Bram menyatakan pemeriksaan belum mengarah ke hal tersebut.
Kasus ini mencuat setelah polisi menerima laporan adanya korban e-KTP palsu yang dikeluarkan oleh staf Dinas Dukcapil. Laporan tersebut didalami oleh tim Cyber Crime Polda.
Modusnya, pelaku mencetak KTP di kantor Dinas Dukcapil di luar jam dinas, yakni sekitar pukul 04.00 WIB. Saat menjalankan aksinya, pelaku diduga mematikan kamera pengintai CCTV (closed-circuit television).
Kemudian, pelaku melakukan illegal acces terhadap komputer dan sistem pencetakan KTP di Dinas Dukcapil. Modus ketiga, menggunakan material KTP bekas untuk mencetak KTP palsu tersebut.
Menurut polisi, pelaku membersihkan bagian identitas pada KTP asli bekas dengan cara diamplas lalu dicuci. Setelah bersih, pelaku mencetak identitas baru di atasnya.
Dengan demikian, bahan KTP adalah asli, tapi data identitas yang tertulis tidak sesuai dengan data yang tersimpan di chip KTP tersebut.
KTP-E menggunakan chip yang isinya bisa dicocokkan dengan data yang tertulis di fisik KTP dan dalam sistem kependudukan. Pelaku akan dijerat dengan Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3 UU ITE dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda sekitar Rp 700 juta.