Anggota DPRD Nyaris Adu Jotos karena Emosi Dituding Cari Panggung

- Selasa, 14 September 2021 | 08:52 WIB
Ahmad Fauzi Anshori dan Kamaludin Havis
Ahmad Fauzi Anshori dan Kamaludin Havis

JAMBI  - Dua anggota DPRD Provinsi Jambi nyaris adu jotos usai bersitegang dalam paripurna penyampaian APBD Perubahan 2021 Provinsi Jambi, Senin (13/9). Tensi di DPRD meningkat saat berdebat soal penyertaan modal Bank Jambi sekitar Rp 40 miliar.

Rapat yang dihadiri Gubernur Jambi Al Haris dan Wakil Gubernur Abdullah Sani dipimpin Ketua DPRD Edi Purwanto. Rapat dimulai sekitar pukul 16.00 WIB, yang awalnya berlangsung seperti biasa. 

Haris menyampaikan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Plafon dan Prioritas Anggaran Sementara (KUPA PPAS) APBD Perubahan 2021.

Usai penyampaian Gubernur, anggota Fraksi Demokrat Ahmad Fauzi Anshori menyinggung soal penyertaan modal Bank Jambi senilai Rp 40 milliar yang disebut di dalam KUPA. Padahal, menurut dia, Ranperda penyertaan modal Bank Jambi sudah ditunda.

Atas pertanyaan itu, Edi Purwanto mempersilakan Gubernur memberikan jawaban. Gubernur Haris menyebutkan bahwa pihaknya masih menunggu konfirmasi dari Bank Jambi. “Sampai saat ini Bank Jambi belum menemui kami,” ujar Al Haris.

Atas jawaban itu, Ahmad Fauzi yang dikenal dengan panggilan Ojie menyatakan, bila belum ada kepastian hukum, seharusnya penyertaan modal ke Bank Jambi ditunda. Dia lalu menyebut bidang-bidang prioritas anggaran perubahan 2021.

Tiba-tiba anggota DPRD lainnya menginterupsi. Kamaludin Havis dari Fraksi PPP Berkarya menyampaikan bahwa sebaiknya pendalaman soal penyertaan modal ke Bank Jambi dibahas di rapat komisi atau badan anggaran.

“Minta dibahas tertutup, di komisi. Jangan cari panggunglah di sini. Terimakasih,” tukas Kamaludin.

Tak disangka, jawaban Kamaludin membuat emosi Ojie terpancing. “Saya nggak setuju. Kita punya hak yang sama,” ujarnya sambil menggebrak meja. Dalam suasana yang tegang, Edi Purwanto menutup sidang.

Saat meninggalkan ruangan, Ojie kembali bertemu Kamaludin Havis dan terlibat adu mulut. Seorang pejabat Pemprov melerai mereka. Namun, saat berjalan keluar ruangan sidang, keduanya nyaris baku hantam. Beberapa anggota Dewan pun kembali melerai mereka.

Ahmad Fauzi yang dikonfirmasi Metro Jambi mengaku menjalankan tugas dan fungsinya selaku anggota DPRD. “Saya dari dulu menyimak, saya menyoroti masalah penyertaan modal Rp 41 miliar. Publik juga tahu bahwa ranperdanya belum disahkan,” ujarnya.

Karena itu dia mengingatkan eksekutif. Katanya, anggota DPRD mempunyai hak bersuara, yang diatur undang-undang, peraturan pemerintah dan tata tertib.

“Kemudian ada interupsi yang menyebutkan, ‘Jangan cari panggung di sini’. Saya menyebutkan, ‘hati- hati Anda berbicara. Kita sama-sama nggota dewan yang sama mempunyai hak untuk bersuara’,” ujarnya.

Dia mengaku tidak bisa menerima ucapan Kamaludin Havis yang menyudutkannya. Karena itu, setelah sidang ditutup dia berjalan ke bagian belakang ruangan dan menghampiri Kamaludin Havis.

“Dia kembali menantang saya. Dan saya mencoba untuk mengingatkan, kita sama- sama anggota dewan yang mempunyai hak berbicara dan etika juga harus dijaga. Kami dipisahkan. Tapi, sudahlah, ini internal kami,” pungkasnya.

Dihubungi terpisah, Kamaludin Havis menganggap biasa bila masing-masing anggota DPRD berbeda pendapat. “Tidak masalah, itu mekanisme rapat,” ujarnya. “Tidak baku hantam, hanya bersitegang saja,” jelasnya.

Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto juga menyatakan perbedaan pendapat di DPRD itu hal biasa. “Biasa, dinamika. Alhamdulillah sudah clear,” ujar dia.

Katanya, ketegangan kedua anggota DPRD itu tidak sampai ke bentrok fisik atau adu jotos. “Tidaklah, hanya logat suara saja dan mispersepsi,” ujar Ketua DPD PDIP Provinsi Jambi ini.

Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Jambi, Citra Darminto, menilai soal penyertaan modal Pemprov ke Bank Jambi dari semulanya Rp 18 miliar menjadi Rp 40 miliar memang perlu dikaji. DPRD, kata dia, wajar menjalankan fungsi pengawasan dan budgeting, termasuk regulasi masalah ini.

Sementara itu, aktivis LSM Sembilan Jamhuri menganggap tidak ada yang tak pantas dalam panggung demokrasi saat ini. “Kritik menkritik itu dinamika, tergantung siapa yang mencerna materi kritikan,” ujarnya.

Dia menilai, secara psikis, emosi adalah pelempiasan dari ketidakmampuan, baik itu ketidakmampuan keluar dari persoalan maupun ketidakmampuan mencapai keinginan. DPRD, lanjut dia, sudah menjalani bimbingan teknis, jadi tidak mungkin tidak memahami mekanisme paripurna.

Editor: Administrator

Terkini