JAMBI – Aktivitas penambangan galian C dalam konsesi PT Bukit Kausar, anak usaha PT Perkebunan Nusantara VI, di Tanjungjabung Barat ternyata tidak ada dalam dokumen Analisa Masalah Dampak Lingkungan. Kasus ini masuk catatan Dinas Lingkungan Hidup dan tengah diselidiki Polda Jambi.
Adanya temuan tersebut diungkapkan oleh Kabid Penaatan Lingkungan Dinas LH Provinsi Jambi Evi Syahrul kepada Metro Jambi, Selasa (12/10). Menurut Evi, Dinas LH sudah mengeluarkan sanksi atas sejumlah pelanggaran oleh PT Bukit Kausar.
Dalam berkas sanksi bertanggal 27 September 2021, salah satu pelanggaran oleh perusahaan perkebunan sawit ini adalah penambangan galian C untuk aktivitas pengerasan jalan di Afdeling 6 yang ternyata di luar Amdal.
Pelanggaran ini, kata Evi, ditemukan saat timnya melakukan pengawasan pada Juni-Juli lalu. “Yang kedua adalah melakukan kegiatan pemanfaatan air limbah ke lahan di Afdeling 3 yang tidak dilengkapi dengan dokumen kajian dan tidak ada persetujuan teknisnya,” tambah Evi.
Diketahui, limbah dimaksud berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN VI Unit Pengabuan. PKS Pengabuan dioperasikan PTPN VI sejak 2016 untuk mendukung pengolahan produksi sawit PT Bukit Kausar yang sama-sama terletak di Desa Kecamatan Renah Mendaluh, Tanjab Barat.
Selain aplikasi ke lahan yang menyalahi aturan, limbah PKS itu dilaporkan mencemari Sungai Pengabuan. Evi mengatakan bahwa terhadap pelanggaran oleh PKS Pengabuan, pihaknya tidak berwenang.
“Itu kewenangan Dinas LH Tanjab Barat karena izin lingkungan PKS itu dikeluarkan oleh Bupati,” tambah Evi yang juga didampingi para periset lingkungan Dinas LH.
Pelanggaran ketiga adalah perubahan penanggung jawab usaha atau kegiatan tanpa dilengkapi perubahan persetujuan lingkungan. “Atas temuan pelanggaran-pelanggaran itu, kita berikan sanksi administratif teguran pemerintah. Ini setingkat lebih tinggi dari teguran tertulis,” jelas Evi.
Menurut Evi, sebenarnya ada dua sisi laporan dan temuan tim LH saat turun ke lokasi perusahaan tersebut pada Juni dan Juli lalu. Sisi pertama adalah temuan administratif yang menjadi kewenangan pihaknya, yang kemudian diberikan sanksi.
Sisi kedua adalah indikasi pidana. Salah satunya adalah kecurigaan terhadap PT Bukit Kausar mengkomersilkan galian C tanpa izin. Sebagai perusahaan perkebunan, bila melakukan aktivitas galian C komersial, PT Bukit Kausar harus mengurus izin operasional produksi.
Soal ini, kata dia, menjadi kewenangan penegak hukum dalam hal ini kepolisian. Dia mengaku sudah memberikan keterangan kepada Polres Tanjab Barat. Evi mengaku baru mengetahui bahwa kasus ini kemudian diambil alih oleh Polda Jambi.
“Baru tahu saya kalau diambil alih Polda,” ujarnya. Mungkin, lanjut dia, pemindahan pengusutan ke Polda dilakukan karena Polda juga sedang mengusut kasus lain yang terkait PTPN VI, yakni dugaan korupsi pada pembelian PT Mendahara Agrojaya Industri (MAI/MAJI) di Tanjab Timur.
Ada laporan lain yang juga terkait indikasi pidana, yakni penggarapan kawasan konservasi. Hanya saja, Dinas LH belum bisa memastikan apakah kawasan itu memang benar kawasan konservasi atau tidak. “Kita belum mendapatkan dokumen penetapan kawasan konservasinya,” ujar dia.
Pejabat humas PT Bukit Kausar, Syahril Ichlas, yang dihubungi Metro Jambi melalui pesan WhatsApp awalnya tidak menjawab tegas apakah sudah menerima pemberitahuan resmi sanksi tersebut dari Dinas LH atau belum.
Dia hanya mengirimkan tangkapan layar berita Metro Jambi sebelumnya yang menyebut Dinas LH sedang menyiapkan sanksi. Ditanya lebih jauh, Syahril menjawab, “mungkin belum sampai ke kami, Bang”.
Ditanya soal pelanggaran dan sanksi yang diberikan Dinas LH, Syahril menyatakan bahwa pihaknya akan mematuhi keputusan itu. “Kalau menurut Dinas LH pelanggaran, ya, kami siap untuk bertanggung jawab dan melaksanakan sanksi yang nanti keluar,” jelasnya.
Dia membantah tuduhan perusahaanya menggarap kawasan konservasi. Menurut dia, informasi itu salah karena PT Bukit Kausar tidak memiliki kawasan konservasi. “Coba dicek aja Bang, di Kehutanan, ada atau tidak kawasan konservasi milik negara di Bukit Kausar,” tambahnya.
Terpisah, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Jambi Ahmad Fauzi meminta aparat penegak hukum mengambil tindakan bila memang ada penyalahgunaan teknis di konsesi PT Bukit Kausar. “Harus tegas kalau merusak lingkungan,” ujar Fauzi, Selasa (12/10).
Fauzi mengatakan, UU Minerba yang baru memberikan banyak kewenangan kepada pemerintah pusat. “Belum ada PP yang mendelegasikan kewenangan penerbitan galian C itu ke daerah. Sampai saat ini baru sebatas konsep,” ujarnya.
Namun, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementrian ESDM. Menurut Fauzi, ketika ada perusahaan melakukan penambangan tanpa izin, maka berarti ilegal. “Apa lagi dalam jumlah yang besar,” sebutnya.
Dilakukan selama sekitar sepuluh tahun, aktivitas galian C oleh PT Bukit Kausar disoal sejumlah pihak. Manajemen PT Bukit Kausar berlindung pada surat Kementerian ESDM yang menyatakan bahwa galian C oleh perusahaan perkebunan untuk keperluan sendiri tidak harus memiliki izin operasi produksi.
Namun, ada laporan dugaan galian C itu dibawa ke luar untuk keperluan pihak lain alias dikomersilkan. Informasinya, untuk mengusut kasus ini, Polda Jambi sudah memeriksa sejumlah pihak, termasuk Manajer SDM dan Umum PT Bukit Kausar Herdiwan.