SAROLANGUN – Walau takut berurusan dengan polisi, dua Orang Rimba yang diduga menembak dua satpam saat bentrok di Air Hitam, Sarolangun, pada Jumat (29/10) lalu akhirnya menyerahkan diri. Hingga Minggu (7/11), keduanya masih diperiksa.
Informasi penyerahan tersebut diungkap oleh Kapolres Sarolangun AKBP Sugeng Wahyudiyono. “Kedua pelaku dijemput langsung oleh Kapolsek Air Hitam Iptu Yurizal, Wadir Krimum Polda Jambi AKBP Tri Saksono dan Wadir Intel Polda Jambi AKBP S Bagus Santoso,” ujar Sugeng.
Baca juga : Terduga Pelaku Penembakan Satpam PT PKM Menyerahkan Diri
Penjemputan dilakukan di Dusun Selentik, Air Hitam. Penyerahan difasilitasi oleh Temenggung Melayu Tuha. Identitas kedua Orang Rimba itu diungkap Kapolres dengan inisial BSL dan BSYG, dari kelompok SAD Lubuk Jering.
“Saat ini, keduanya sedang dalam pemeriksaan penyidik Polda Jambi dan Polres Sarolangun dengan didampingi KKI Warsi. Sampai saat ini pemeriksaan masih berlangsung,” tutup Sugeng.
Baca juga : Kekerasan Terhadap Orang Rimba Picu Perlawanan ke PT PKM
Sekelompok Orang Rimba terlibat bentrok dengan satpam PT Primatama Kreasi Mas di Air Hitam pada Jumat (29/10). Tiga security PT PKM dilarikan ke rumah sakit karena terkena peluru kecepek yang dilepaskan Orang Rimba.
Usai bentrok itu, sejumlah pemukiman Orang Rimba mendapat serangan balik. Pemukiman dan sudung (pondok tinggal) mereka dirusak. Lima sepeda motor mereka dibakar. Sekitar 350 jiwa warga SAD melarikan diri dan mengungsi dalam ketakutan ke sejumlah lokasi.
Bentrok ini diduga berkait erat dengan bentrokan pada 17 September 2021 lalu. Saat itu, sejumlah Orang Rimba dihadang satpam dan pekerja PT PKM usai mencari brondol --buah sawit yang rontok dari tandan.
Baca juga : 17 Motor SAD Dirusak, 5 Dibakar; Ratusan Orang Rimba Air Hitam Mengungsi
Satpam meminta mereka menurunkan brondolan. Mereka juga dipukuli sehingga tiga Orang Rimba terluka. Enam sepeda motor mereka dirampas dan dibuang ke parit atau kanal perkebunan.
Orang Rimba lain yang melintas di lokasi tersebut juga dipukul. Sepeda motor mereka ikut dirampas dan dibuang. Total sebanyak 17 sepeda motor Orang Rimba yang dirampas dan dibuang ke parit.
Baca juga : Seratusan Personel Siaga di Air Hitam
Insiden tersebut berujung ke pedamaian pada 13 Oktober 2021, dimana PT PKM didenda membayar pampaih Rp 36 juta untuk korban luka-luka. Sedangkan 17 sepeda motor yang dibenamkan di parit akan dikembalikan dalam kondisi sudah diperbaiki.
Namun, hingga Jumat, 29 Oktober 2021, janji tersebut tak kunjung dipenuhi. Orang Rimba kembali mengumpulkan brondol hingga menyebabkan konflik yang berujung penembakan tiga security PT PKM tersebut.
Camat Air Hitam Herjoni yang dihubungi Minggu (7/11) menyebutkan bahwa salah satu satpam korban penembakan masih dirawat di rumah sakit. “Yang luka tembak di paha masih dirawat di rumah sakit di Jambi, yang dua lagi sudah rawat di rumah,” sebutnya.
Tumenggung Melayu Tuha meminta polisi adil kepada mereka. “Kami bersedia bertemu dengan rajo (pemerintah, red), tolong kami jugo diperhatiko. Kami mumpa nio karano sumber penghidupon sudah helang,” kata Melayu Tuha.
KKI Warsi yang melakukan pendampingan pada Orang Rimba menghormati proses hukum yang berjalan. Namun Warsi juga mendorong polisi, pemerintah daerah dan pemerintah pusat melihat persoalan secara menyeluruh.
“Dalam kasus ini, harus dilihat Orang Rimba sebagai korban yang tergusur ruang hidupnya. Jadi konflik ini adalah puncak dari penindasan dan kesengsaraan yang diderita Orang Rimba akibat perkebunan sawit dan kehilangan ruang hidup,” kata Manager Program KKI Warsi Robert Aritonang.
Robert juga meminta polisi tidak hanya mengusut Orang Rimba, tetapi juga memproses pelaku pengrusakan terhadap sudung (rumah Orang Rimba) serta perusak dan pembakar belasan sepeda motor Orang Rimba.
“Penghancuran rumah adalah bagian dari kesengsaraan Orang Rimba yang terus berulang. Perusahaan harus bertanggung jawab atas hal ini semua,” kata Robert.
Dia juga menyebut pentingnya pemulihan psikologis pasca konflik, terutama bagi kaum perempuan dan anak-anak. “Harus ada jaminan pemulihan keamanan dan jaminan kehidupan yang setara, sehingga mereka juga bisa tumbuh sebagai bagian dari warga negara,” tutup Robert.