Ramai Hotel Nunggak Pajak, Pemkot Sungaipenuh Telusuri Kehilangan Rp 613 Juta

- Senin, 22 Agustus 2022 | 06:39 WIB

SUNGAIPENUH - Sejumlah hotel di Sungaipenuh terindikasi membayar pajak tidak sesuai pendapatan yang sebenarnya. Ratusan rumah makan dan restoran juga luput dari sasaran pajak oleh Pemkot Sungaipenuh.

Indikasi menghindari pajak hotel terbaca dari laporan hasil audit BPK Provinsi Jambi atas laporan keuangan 2021 Pemkot Sungaipenuh. Audit dilakukan pada awal 2022. Laporannya dirilis pada Mei lalu.

Baca versi cetaknya disini

“Terdapat potensi kehilangan pendapatan pajak hotel selama 2021 minimal sebesar Rp 613.827.990,” tulis auditor BPK. Kehilangan pendapatan itu terjadi karena pihak pengelola hotel tidak membayar pajak sesuai omset mereka.

Temuan itu didapat setelah mencermati laporan pembayaran pajak dan laporan pendapatan 15 hotel. Salah satunya adalah Hotel Mahkota Sutis. Hotel ini diketahui menyetor pajak sebesar Rp 4,17 juta pada 2021.

Padahal, dari pelacakan BPK pendapatan hotel ini pada 2021 mencapai Rp 1,3 miliar. Sesuai Perda Kota Sungaipenuh Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel, pajak yang harus dibayarkan sebesar 10 persen dari pendapatan.

Sehingga, seharusnya Hotel Mahkota membayar pajak sebesar Rp 130,83 juta. Dengan demikian, masih ada tunggakan Rp 126,66 juta. Belum diketahui kenapa hotel itu bisa membayar hanya Rp 4,17 juta.

Wajib pajak lain yang diduga menyetor pajak tak sesuai pendapatan adalah Hotel Kerinci. Sesuai laporan pendapatannya pada 2021, yakni Rp 1,05 miliar, maka pajak yang harus disetor adalah Rp 105 juta.

Tetapi Hotel Kerinci hanya membayar Rp 34,05 juta, sehingga ada tunggakan yang disebut BPK sebagai “potensi kehilangan pendapatan” sebesar Rp 71,16 juta. 

Temuan kekurangan setor pajak di Hotel Arafah lebih besar lagi, yakni Rp 260 juta. Dari penelusuran auditor BPK, hotel ini mencatatkan pendapatan 2021 sebesar Rp 2,6 miliar.

Dengan demikian, pajaknya seharusnya Rp 260 juta. Namun, sampai dengan pemeriksaan oleh auditor BPK di awal 2022, hotel ini tidak menyetorkan pajak tersebut.

Satu lagi adalah Hotel Grand Kerinci, yang mencatat pendapatan sebesar Rp 2,2 miliar, tetapi membayar pajak Rp 110 juta, ada kekurangan sebesar Rp 111,56 juta.

Metro Jambi berupaya menemui manajemen hotel tersebut, namun tidak satu pun yang bersedia memberikan keterangan. Demikian pula dengan Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Akhyar.

Dikonfirmasi beberapa waktu lalu, Akhyar meminta Metro Jambi menanyakan langsung ke bawahannya di Bidang Pendapatan. 

Kabid Pendapatan Bakeuda Kota Sungaipenuh Purjunianti menyatakan akan mempelajari temuan tersebut dan mengkonfirmasi pihak-pihak terkait. “Tunggu kami klarifikasi dulu soal data tersebut,” ujarnya singkat.

Purjunianti juga mengatakan bahwa pihaknya sedang menunggu tindak lanjut dari Inspektorat.

Inspektur Inspektorat Sungaipenuh Suhatril menolak memberi penjelasan soal temuan BPK ini. Dikirim pesan melalui WhatsApp, Suhatril tidak membalas meskipun sedang online.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  Sungaipenuh Fajran dan Wakil Ketua DPRD, Syafriadi juga menolak memberi tanggapan terkait bocornya PAD di sektor perhotelan dan beberapa temuan lainnya.

Untuk target pemasukan 2021, Pemkot Sungaipenuh mencatat 15 hotel, penginapan dan homestay sebagai wajib pajak. Namun, dari survei Dinas Pariwisata, jumlahnya sampai 20 hotel.

Saat diperiksa BPK, tiga hotel diketahui tidak beroperasi selama 2021. Dua hotel lainnya yang tetap beroperasi, namun tidak dicatat sebagai wajib pajak, yakni Penginapan DD dan F&F Guest House.

Auditor BPK juga menemukan bahwa Pemkot Sungaipenuh tidak menagih pajak dari ratusan rumah makan dan restoran. Dari 470 rumah makan di Kota Sungaipenuh, hanya 164 yang membayar pajak pada 2021.

“Sebanyak 306 lainnya tidak melakukan setoran pajak restoran selama 2021,” tulis auditor BPK. Diketahui pula, sebagian rumah makan itu membayar pajak dengan cara dikira-kira, tanpa perhitungan yang sahih.

Editor: Administrator

Terkini