MUARASABAK - Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur akhirnya menindak para perambah kawasan mangrove di Sungai Sayang, Kecamatan Sadu. Sayangnya, para pelaku perusak lingkungan itu tidak diseret ke meja hijau.
Tindakan diambil setelah tim dari Dinas Lingkungan Hidup bersama sejumlah pihak turun ke lokasi pada Kamis (8/9) pekan lalu. Kepala Dinas LH Adil Aritonang dan anggota Komisi III DPRD Tanjab Timur ikut bersama tim tersebut.
“Kami melihat bahwa kegiatan ini berpotensi merusak lingkungan. Karena terlalu dekat dengan bibir pantai,” ujar Adil di lokasi. Menurut dia, timnya melihat langsung lokasi perambahan yang diperkirakan mencapai luas 100 hektar lebih itu.
“Oleh karena itu, atas perintah Bupati Tanjab Timur, kita langsung menghentikan seluruh kegiatan di lahan ini dengan cara menutup dan memasang tanda larangan,” kata Adil.
Timnya memasang sebuah spanduk besar dengan tulisan larangan melakukan aktivitas di lahan yang masuk ke dalam wilayah Dusun I Desa Sungai Sayang itu.
“Area ini dututup karena tidak memiliki izin dari Pemerintah Kabupaten Tanjab Timur”. Demikian antara lain isi spanduk tersebut.
Dinas LH lalu menyebut bahwa dasar larangan adalah UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Satu lagi adalah Perpres No 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Sayangnya, Dinas LH tidak membawa kasus ini ke ranah hukum.
Padahal, undang-undang mengatur bahwa pelaku perusakan lingkungan dapat dikenakan hukuman penjara dan denda.
Hanya saja, usai penutupan lokasi tersebut, akan dilakukan penanaman kembali oleh para pelaku dan melibatkan penggiat lingkungan. Dari total sekitar 100 hektar yang sudah dibuka, sekitar 50 hektar sudah ditanami sawit.
Adil menyatakan, semua tanaman tersebut akan dicabut dan diganti dengan mangrove. “Semua biaya penanaman mangrove akan ditanggung oleh para penggarap lahan itu. Mereka siap melakukan itu,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, ratusan hektar lahan mangrov di Sadu dibabat habis untuk ditanami sawit. Di lokasi sudah berdiri menara dan ada alat berat. Basecamp bagi pekerja juga sedang dikerjakan.
Pembibitan juga sudah disiapkan. Ada informasi bahwa kawasan yang akan dibuka di lokasi itu mencapai luas 2.700 hektar.
Melihat dari cara pengerjaan dan perencanaannya, kuat dugaan bahwa pelaku perambahan adalah korporasi. Beberapa nama pengusaha dan perusahaan di Jambi disebut berada di balik aktivitas tersebut.
Namun, Adil membantahnya. Menurut Adil, perambah kawasan tersebut adalah perorangan secara berkelompok. Salah satunya yang ikut ke lokasi mewakil para rekannya adalah Santoso.
Santoso juga memastikan bahwa dirinya bersama warga lainnya tidak bekerja untuk perusahaan. Katanya, warga membeli lahan secara perorangan. Bahkan, ada pembayarannya yang belum tuntas.
“Seluruh dokumen di lokasi ini masih atas nama masyarakat setempat,” ucapnya.
Ditanya mengapa mereka langsung menggarap tanpa izin, Santoso mengaku karena mereka harus melakukan penguasaan fisik. “Memang ada keterlanjuran di situ,” ujarnya.
Santoso juga menyatakan telah membuat komitmen dengan Pemkab Tanjab Timur untuk bertanggung jawab menangani kerusakan lingkungan yang terjadi. “Kita akan bertanggung jawab menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan,” tuturnya.
Santoso juga menyatakan tidak mengetahui adanya larangan menjadikan kawasan itu untuk perkebunan. Padahal, lokasi tersebut persis berada di bibir pantai yang ditumbuhi mangrove yang harus dikonservasi.
“Sepengetahuan kami, secara tata ruang lokasi ini dulunya adalah perkebunan. Waktu kami buka lahan ini, pihak desa juga tidak ada yang mengingatkan,” ucapnya.
Kadus I Desa Sungai Sayang Ambok Angke mengatakan bahwa lahan tersebut mulai digarap pada 2021. Ditanya soal proses jual belinya, Ambok Angke mengaku tidak mengetahuinya.
“Saya baru menjabat sebagai kadus di sini, jadi tidak tahu terlalu banyak terkait proses jual beli ini. Setahu saya yang beli lahan ini perseorangan atau pribadi, bukan perusahaan,” jelasnya.
Anggota Komisi III DPRD Tanjab Timur Firmansyah Ayusda memastikan bahwa pembukaan lahan kebun sawit tersebut menyalahi aturan. Dia meminta para pelaku segera memenuhi tanggung jawab untuk merehabnya kembali menjadi hutan mangrove.
“Ke depannya, seluruh pesisir yang sudah digarap ini akan dikembalikan fungsinya seperti semula, untuk melindungi ekosistem dan juga lingkungan yang ada di sini,” katanya.