40 Kapal Jarah Barang Cagar Budaya di Sungai Batanghari Jambi

- Selasa, 13 September 2022 | 07:08 WIB

JAMBI - Penjarahan barang-barang purbakala kini marak di Sungai Batanghari. Sejak beberapa bulan lalu, puluhan  kapal dan mesin mengeruk barang-barang antik di wilayah Muarojambi dan Tanjung Jabung Timur.

Aktivis Jambi, Hafizi Alatas, mengemukakan bahwa pencurian barang-barang berharga itu antara lain terpantau di Suak Kandis, Muarojambi, dan daerah lain di Tanjab Timur. Suak Kandis berada di Kecamatan Kumpehilir.

Melalui akun Facebook-nya, Hafizi menunjukkan foto-foto barang yang diduga diambil pihak-pihak tertentu dari Sungai Batanghari. Di antaranya ada mangkok keramik, koin (kepeng) dinasti China, dan artefak dari logam atau emas.

“Jangan kalian rampok barang cagar budaya milik Jambi,” tulis Hafizi di akun media sosialnya yang terpantau pada Senin (12/9) siang.

Dihubungi Metro Jambi, Hafisi mengatakan bahwa aktivitas penjarahan benda-benda bersejarah itu sudah terpantau sejak enam bulan lalu. “Juga sudah ada yang meninggal dunia, satu orang. Dia tengelam,” katanya.

Dia menyebutkan, para pelaku pencurian benda-benda cagar budaya itu kebanyakan berasal dari luar Jambi. Mereka mengambilnya dengan dua cara, yakni menyedot dengan mesin diesel (lazim disebut dompeng) dan menyelam.

Katanya, dengan cara itu para pelaku mengambil benda-benda yang sudah terpendam di dalam Sungai Batanghari sejak ratusan atau ribuan tahun lalu. Diduga, hasil pengerukan mereka dijual ke luar Jambi pula.

“Yang bagus itu mahal harganya, bisa miliaran. Yang pecah-pecah laku juga. Barang barang ini dari abad ke-9 atau abad ke-12,” katanya.

Selain ilegal, menurut Hafizi, kegiatan itu juga merusak ekosistem dan mengganggu transportasi di Sungai Batanghari. Dia meminta pemerintah daerah, aparat dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi peduli akan masalah ini.

Camat Kumpehilir Dicky Ferdiansyah mengatakan bahwa memang banyak potensi peninggalan sejarah di daerahnya. Katanya, di daerah itu ada situs Candi Pematang Duduk.

“Lokasi itu pusat pelabuhan tuo. Di dasar sungai banyak peninggalan sejarah, seperti koin, keramik, emas, dan macam macam lainnya,” ungkapnya.

Dia sendiri mendeteksi adanya penjarahan benda-benda kuno tersebut sejak tiga bulan lalu. Katanya, masalah tersebut sudah dikoordinasikan kepada pimpinan dan unsur Forkompincam yang di dalamnya juga ada aparat penegak hukum.

“Kita juga sudah ke lokasi, melakukan sosialiasi bahwa yang dilakukan itu salah. Barang barang yang diambil adalah milik negara,” katanya. Seharusnya, tambah dia, temuan benda purbakala dilaporkan ke negara.

Namun, lanjut dia, kebanyakan benda-benda kuno itu dijual secara gelap ke tengkulak di luar Jambi. Ada indikasi, tambah dia, penjarahan barang-barang antik itu dimodali para tengkulak tersebut. 

Informasi lain, kata dia, para pemodal tersebut selanjutnya menjual barang-garang antik itu hingga luar negeri. Harganya bisa mencapai ratusan juta atau miliaran per unit.

Dicky menyebut ada sekitar 40 kapal beroperasi mencari benda bersejarah di kawasan itu. “Mereka menyedot apa saja yang ada di dasar Sungai Batanghari. Kegiatan ini merusak lingkungan,” tegasnya lagi.

Bila dibiarkan, lanjutnya, barang-barang purbalaka di Sungai Batanghari ini bisa habis dijarah. “Ini bisa menjadi penghilangan sejarah kita,” tutupnya.

Kasi Humas Polres Muarojambi AKP Amradi mengaku belum menerima laporan mengenai perburuan atau pencurian harta atau barang cagar budaya dalam wilayah kerjanya. “Belum tau,” jawab Amradi, singkat.

Perlindungan benda-benda bersejarag diatur antara lain dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pasal 26 menyebutkan bahwa pencarian cagar budaya harus atas izin pemerintah atau pemerintah daerah.

Tanpa izin tersebut, para pelaku bisa dikenakan ancaman adalam Pasal 103, yakni pidana penjara maksimla 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Editor: Administrator

Terkini