JAMBI - Pemerintah Provinsi Jambi tetap akan melanjutkan usulan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi 2023 sebesar 9,04 persen. Penolakan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak membuat Dewan Pengupahan Provinsi Jambi melakukan revisi lagi.
Kabid Binwasnaker dan HI Disnakertrans Provinsi Jambi Dedy Ardiansyah mengatakan bahwa kesepakatan soal usul UMP diambil berdasarkan kebijakan pemerintah pusat. “Ada penyesuaian dalam penetapan UMP dengan terbitnya Permenaker No 18 Tahun 2022,” ujar Dedy, Minggu (27/11/2022).
Baca versi cetaknya disini
Dedy menyebutkan bahwa Pemprov tetap menghargai keberatan Apindo yang merupakan unsur anggota dalam Dewan Pengupahan Provinsi Jambi. “Namun kebijakan tetap harus dilaksanakan,” tegasnya.
Menurut Dedy, keberatan Apindo Jambi akan terus berproses. “Itu (kebijakan soal UMP) kan sifatnya nasional. Kita Pemprov menjalankan kebijakan pusat. Biarlah keberatan Apindo tersebut terus berproses,” tutupnya.
Dewan Pengupahan Provinsi Jambi pada 25 November 2022 merevisi usulan kenaikan UMP 2023 menjadi 9,04 persen dari kesepakatan sebelumnya yang hanya sebesar 4,89 persen. Dengan kenaikan 9,04 persen, maka UMP Jambi 2023 menjadi Rp 2,943 juta.
Penetapan sebelumnya, yakni 15 November 2022, dengan kenaikan 4,89 persen dari tahun sebelumnya, maka UMP menjadi Rp 2,830 juta. Usulan awal ini disepakati mengacu pada formula dalam PP No 36 Tahun 2021.
Waktu itu, para buruh yang diwakili KSBSI Jambi menolak walau tetap menandatangani hasil rapat Dewan Pengupahan karena kalah voting. KSBSI mempertanyakan penggunaan PP No 36 tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
Buruh menolak penggunaan dasar PP No 36 Tahun 2021 ini karena formula penghitungannya tak lagi menggunakan komponen kebutuhan hidup layak (KHL), melainkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Namun, Gubernur Jambi AL Haris dikabarkan tetap menandatangani usulan tersebut pada 16 November 2022. Belakangan, pada 25 November 2022, Dewan Pengupahan kembali menggelar rapat dan merevisi usulan UMP 2023.
Kali ini, Dewan Pengupahan menggunakan formula yang mengacu kepada Permenaker No 18/2022 sehingga disepakati usulan kenaikan UMP 2023 sebesar 9,04 persen atau menjadi Rp 2,943 juta
Kali ini giliran pengusaha yang memprotes. Wakil Ketua Apindo Provinsi Jambi Hendra Wardhana menyatakan bahwa Apindo sebagai bagian dari Dewan Pengupahan tidak ikut serta dalam rapat pleno penetapan UMP pada Jumat (25/11/2022) itu.
Apindo tidak hadir karena tidak sepakat dengan penetapan UMP berdasarkan Permenaker No 18/2022. Apindo menganggap, rapat Dewan Pengupahan pada 15 November 2022 yang menetapkan UMP berdasarkan formula dalam PP No 36 Tahun 2021 sudah pas.
“Itu dasarnya, jadi tidak perlu lagi rapat perubahan atau tambahan yang mengubah keputusan yang lebih tinggi,” katanya, Sabtu (26/11).
Menurut dia, kenaikan UMP 9,04 persen itu tidak sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini. Apalagi, penetapan upah akan memunculkan “dana sundulan” bagi pengusaha.
“Contoh salah satunya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Itu kan persentasenya dari upah. Lembur acuannya dari upah juga. Pokoknya perhitungan tambahan itu banyak,” jelasnya. Karena itu, tidak semua sektor usaha mampu menerima kenaikan UMP tersebut.
“Mungkin usaha pertambangan dan sawit bagus, tetapi kalau karet menurun. Kemudian dari industri perhotelan, industri makanan, fashion segala macam kan. Artinya berat sekali, ditambah lagi ada resesi dunia, inflasi,” katanya.
Hendra Wardhana mengatakan bahwa secara nasional Apindo akan mengajukan uji materi untuk menyikapi masalah UMP.
“Kita Apindo seluruh Indonesia yang diwakili oleh pusat sudah mengajukan gugatan uji materi atas Permenaker No 18 Tahun 2022 ini,” katanya.