Penyelesaian Sengketa Tanah Berbasis Kearifan Budaya Lokal

- Jumat, 5 Juni 2015 | 10:01 WIB

TERWUJUDNYA kondisi dinamis di tengah masyarakat dengan terpelihara dan terciptanya stabilitas Kamtibmas, merupakan harapan semua orang guna menjamin terselenggaranya segala bentuk aktivitas dengan lancar.

Dalam perkembangannya, dinamika sosial budaya ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi stabilitas keamanan, dengan munculnya berbagai bentuk kejahatan baru dan kerawanan gangguan keamanan, serta ketertiban masyarakat baik tingkal lokal maupun nasional.

Perubahan tatanan sosial budaya yang sudah terpolakan pada saat ini merupakan masa transisi. Perubahan ini pada akhirnya akan membentuk suatu tatanan sosial baru yang akan menciptakan stabilitas sosial, budaya baru, dengan lebih mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Dengan adanya partisipasi masyarakat yang lebih baik diharapkan akan memunculkan kualitas SDM yang baik pula, dan pada gilirannya akan menciptakan manusia baru Indonesia yang lebih baik, sehingga dapat menghadapi segala tantangan yang dihadapi akibat perubahan global.

Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan, baik sebagi perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat, maupun kecepatan perkembangannya. Perkembangan sosial budaya secara sosiologis dapat terkait baik secara langsung terhadap terjadinya berbagai jenis kejahatan atau kriminalitas yang bermuara kepada gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Salah satu bentuk gangguan keamanan dan ketertiban di tengah-tengah masyarakat sebagai dampak dari perkembangan sosial budaya adalah hadir dalam bentuk konflik sosial.

Masyarakat Indonesia yang sangat heterogen dan majemuk, memiliki berbagai suku bangsa, menganut berbagai agama, adat istiadat serta kebiasaan yang bermacam-macam dan berbeda antara satu sama lain, mengakibatkan kehidupan dan pergaulan masyarakatnya mempunyai banyak norma sosial.

Masyarakat yang majemuk berarti menghadirkan kompleksitas kepentingan setiap kelompok atau golongan. Sedangkan instrumen negara adalah yang paling berhak menggunakan kekuatan dengan pemaksaan dan kekerasan secara sah atau hukum formal. Akibatnya, kapasitas nilai-nilai lokal menurun drastis, bahkan sistem menjadi seperti bangunan kertas yang sangat rapuh.

Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah, khususnya Polri, harus dapat menerapkan dan bersikap hati-hati dalam melihat perkembangan sosial budaya di setiap wilayah atau daerah, agar tidak menimbulkan pengaruh negatif dari perkembangan tersebut.   

Salah satu yang kerap terjadi saat ini adalah timbulnya konflik antar warga masyarakat. Seperti dalam kasus sengketa tanah, hendaknya dapat dicarikan solisi dengan pendekatan pada cara-cara adat atau berbasis kearifan budaya lokal.

Penyelesaian Sengketa Tanah Berbasis Kearifan Budaya Lokal

    Kasus sengketa tanah kerap menimbulkan permasalahan yang rumit dalam penyelesaiannya, bahkan tidak jarang kasus sengketa tanah dapat bermuara terhadap terjadinya konflik sosial. Konflik dapat terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan pendapat/kesalahpahaman, ketidaksepakatan, sehingga timbul ketidakpuasan yang menjadi biang melapetaka dan kehancuran kehidupan berbangsa ketika disertai dengan tindakan anarkis dan kebrutalan.

Upaya penyelesaian sengketa tanah tidak cukup hanya dengan mengedepankan dan menerapkan hukum-hukum formal, karena terkadang hal tersebut justru malah memberikan dampak terhadap terjadinya konflik antar warga.  Penyelesaian sengketa tanah guna mencagah terjadinya konflik antar warga masyarakat tidaklah mudah, namun memerlukan pendekatan-pendekatan yang lebih mengedepankan pada kebutuhan masyarakat secara lokal.

Penyelesaian perselisihan atau sengketa dapat dilakukan dengan cara negosiasi, mediasi, dan arbitrasi.  Negosiasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang menekankan suatu komunikasi verbal dari pihak-pihak yang terlibat sengketa guna menyelesaikan sendiri masalahnya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi) maupun pihak ketiga yang berwenang mengambil keputusan (arbitrasi, legitasi).

Arbitrasi adalah proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang menekankan komunikasi antar pihak yang terlibat suatu sengketa dengan kehadiran pihak ketiga yang berwenang mengambil keputusan.  Mediasi adalah proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang menekankan komunikasi verbal antara pihak-pihak yang terkait sengketa dengan keterlibatan pihak ketiga, tetapi ia netral dan tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan.

Pendekatan Polri dalam penyelesaian sengketa tanah perlu dilakukan melalui pendekatan-pendekatan negosisasi, mediasi, dan tindakan lain yang dianggap perlu guna mencagah terjadinya konflik antar warga dengan mengedepankan lembaga adat, agar penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan dengan metode atau cara-cara adat.  Metode penyelesaian sengketa harus berangkat dari nilai-nilai sosial budaya dan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat yang telah berakar atas dasar kebersamaan komunitas, dan merupakan dasar nilai-nilai yang digunakan dalam pengembangan dan penerapan Polmas.

Atas pertimbangan tersebut, maka pengembangkan Polmas disesuaikan dengan kepribadian masyarakat Indonesia. Adapun latar belakang dan tuntutan peradaban yang menyebabkan Polmas sebagai kebutuhan demokratisasi Polri, antara lain:
  a. Kejenuhan pada pendekatan birokratis, formal dan general dalam melayani masyarakat.
  b. Kebutuhan pendekatan personal dan pemecahan masalah termasuk dalam penyelesaian pertikaian.
  c. Kekurangefektifan pendekatan konvensional Kepolisian : otoriter/alat negara, represif, eksklusif dan sentralistik sehingga seringkali memudarkan legitimasi Kepolisian. Konsepsi Polmas pada hakekatnya mengandung 2 (dua) unsur utama yaitu : pertama, membangun kemitraan antara polisi dan masyarakat, kedua, menyelesaikan berbagai masalah sosial (problem solving) yang dapat membawa implikasi terhadap gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi dalam masyarakat lokal.

Peran Polri dalam menyelesaikan sengketa tanah berbasis kearifan budaya lokal yang lebih mengedepankan cara-cara adat dan budaya masyarakat setempat dengan  mengutamakan teknik-teknik negosisasi, mediasi, dan tindakan lain yang dianggap perlu guna mencagah terhadap terjadinya konflik antar warga. Pendekatan yang dilakukan baik melalui negosiasi, mediasi, ataupun arbitrasi lebih mengedepankan pada peran serta aktif lembaga-lembaga adat agar dalam penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan dengan metode atau cara-cara adat, tidak hanya menerapkan aturan-aturan dan hukum formal.

Sementara itu pelaksanaanya dapat dilakukan melalui peningkatan kegiatan intelijen, pembentukan jarinngan, pemberdayaan potensi masyarakat, dan sebagainya, agar memudahkan dalam mendapatkan informasi dann gambaran terkini dalam penyelesaian sengketa tanah berbasis kearifan budaya lokal. Ini guna mencegah terjadinya konflik antar warga dalam rangka terwujudnya stabilitas Kamtibmas.

*Penulis adalah peserta didik Sespimen Polri Dikreg 55, Lembang.

Editor: Administrator

Terkini

Guru ‘Bermuka Dua’

Senin, 5 Juni 2023 | 13:51 WIB

Tanggung Jawab Suami

Rabu, 24 Mei 2023 | 18:59 WIB

Resiko Bisnis atau Korupsi

Kamis, 11 Mei 2023 | 20:16 WIB

Media dan Marketing Politik

Minggu, 7 Mei 2023 | 16:37 WIB

Percakapan “Akademik’ Guru

Jumat, 5 Mei 2023 | 16:26 WIB

Diam-diam Memupuk Rindu Pada Sastra

Rabu, 3 Mei 2023 | 11:58 WIB

Menyambut Idul Fitri, Mencintai Bumi

Sabtu, 22 April 2023 | 22:06 WIB

Ramadan Pergi...

Senin, 17 April 2023 | 23:12 WIB

Mengakhiri Ramadan

Senin, 17 April 2023 | 20:57 WIB

Kurikulum Merdeka ‘Ramadan’

Senin, 27 Maret 2023 | 08:39 WIB

Mungkinkah Doa Ditolak Allah?

Jumat, 17 Maret 2023 | 09:53 WIB

Pemilih Milenial Perisai Idealis Pemilu 2024

Rabu, 15 Maret 2023 | 21:48 WIB

Pengaruh Money Politics Dalam Pemilihan Umum

Selasa, 7 Maret 2023 | 12:09 WIB