MUNGKIN masih banyak yang asing dengan istilah Health Technology Assessment (HTA). Padahal HTA bukanlah konsep baru. HTA diperkenalkan pertama kali oleh Profesor David Banta yang bekerja di Office of Technology Assessment (OTA) Amerika Serikat. Beliaulah orang pertama yang menyusun metode HTA.
HTA pertama kali disebut di WHO, dengan pertimbangan bahwa HTA adalah cara untuk memperkuat seleksi berbasis bukti, pemanfaatan teknologi kesehatan secara rasional, dan meningkatkan efisiensi teknologi ketika diperkenalkan dan digunakan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, WHO mendorong negara-negara anggotanya untuk melakukan HTA. Hal tersebut dilakukan mengingat pentingnya HTA dalam mendukung Universal Health Coverage (UHC) atau Jaminan Kesehatan Semesta.
Teknologi kesehatan seperti apa yang dinilai, apa peran HTA dalam dunia kesehatan saat ini, dan siapa yang memanfaatkan HTA?
Health Technology Assessment (HTA)
International Network of Agencies for Health Technology Assessment (INAHTA) mendefinisikan teknologi kesehatan sebagai intervensi yang digunakan untuk mempromosikan, mencegah, mendiagnosis, mengobati penyakit, dan rehabilitasi. HTA melakukan evaluasi sistematis atas material dan efek teknologi, mengatasi efek langsung dan tidak langsung, serta pengambilan keputusan terkait teknologi kesehatan yang meliputi obat, alat kesehatan, prosedur, dan sistem organisasi dalam pelayanan kesehatan.
HTA menggunakan pendekatan berbasis bukti, analisis ekonomi, sosial, dan etika. Jadi, ketika berbicara mengenai HTA, kita berbicara mengenai penilaian atas teknologi kesehatan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan.
Information and Quality Authority Irlandia menyebutkan beberapa isu terkait HTA, yaitu apakah teknologi tersebut bekerja (efektif), ditujukan kepada siapa teknologi tersebut, apa manfaatnya, berapa biayanya, dan bagaimana jika dibandingkan dengan alternatif lain.
Teknologi kesehatan tidak harus sesuatu yang baru. Teknologi dapat berupa sesuatu yang telah digunakan, yang sedang digunakan, atau yang akan digunakan. Dalam hal ini HTA berhubungan dengan keputusan investasi atau disinvestasi.
Peran HTA
Berkenaan dengan implementasi UHC, HTA berperan dalam keputusan siapa yang seharusnya mendapatkan intervensi dan berapa biayanya. Konsep tersebut berkaitan dengan pelayanan berbasis konsumen, paket manfaat, alokasi sumber daya, dan kualitas pelayanan kesehatan yang cost-effective.
Dalam ilmu ekonomi dikenal konsep kelangkaan dan pilihan. Pada saat sumber daya langka, pada saat itulah pilihan harus ditetapkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Konsep tersebut juga berlaku dalam dunia kesehatan. Dalam hal ini HTA berperan untuk menjatuhkan pilihan teknologi mana yang dipilih.
Pilihan teknologi berdasarkan HTA yang berbasiskan bukti menyediakan input bagi pembuat keputusan dan membantu membuat keputusan. Pada tingkat makro HTA menyediakan penilaian kebutuhan pelayanan kesehatan, informasi perencanaan dan keputusan, distribusi dan alokasi sumber daya pelayanan kesehatan, pembelian dan pengiriman pelayanan kesehatan, dan keputusan investasi. Pada tingkat klinis HTA dapat menjelaskan efikasi suatu terapi atau menyusun panduan praktik klinis.
Salah satu negara ASEAN yang telah menerapkan HTA adalah Thailand. Pengenalan konsep dan praktik HTA dimulai pada tahun 1982 saat Thailand mencapai angka pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (9%). Pada fase ini terjadi overinvestasi, distribusi yang buruk, dan inekuitas teknologi kesehatan.
Hal tersebut membuat para akademisi dan tenaga kesehatan Thailand memfokuskan pencarian investasi teknologi kesehatan berbiaya tinggi sehingga diperkenalkanlah HTA untuk menuntun investasi teknologi kesehatan yang rasional. Hingga dewasa ini HTA berperan dalam penentuan paket manfaat UHC dan daftar obat nasional.
HTA di Indonesia
Indonesia, awal tahun 2014, mengimplementasikan program Jaminan Kesehatan (JKN) sebagai perwujudan komitmen UHC dan amanat UUD 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional serta turunannya, Perpres RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan Perpres RI Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Sebagaimana tercantum dalam kedua Perpres tersebut, JKN memberikan manfaat perlindungan kesehatan perorangan yang komprehensif berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan yang diberikan harus memerhatikan prinsip kendali mutu dan kendali biaya, salah satunya melalui HTA.
Peran HTA menjadi penting di era JKN, terutama dari segi penentuan paket manfaat yang akan diterima oleh peserta dan dari segi pembiayaan. Sebagaimana telah disebutkan, HTA dapat dimanfaatkan oleh pembuat keputusan untuk investasi atas teknologi yang cost-effective atau disinvestasi teknologi yang bernilai rendah. Dengan sumber daya yang terbatas, baik dari segi dana dan tenaga, peserta dapat memeroleh pelayanan kesehatan yang aman, efektif, berkualitas, dan efisien.
Pemanfaatan HTA dalam penentuan paket manfaat dan formulasi kebijakan mungkin memang belum berjalan sepenuhnya mengingat umur JKN yang masih seumur jagung. Akan tetapi, kita perlu menghargai upaya Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam membentuk Komite Penilaian Teknologi Kesehatan yang bertanggung jawab melakukan kajian-kajian HTA terkait obat, prosedur, dan alat kesehatan. Tidak menutup kemungkinan komite juga melakukan kajian terhadap program-program kesehatan masyarakat.
Semoga ke depannya kita dapat mengoptimalkan HTA dalam mendukung jaminan kesehatan, seperti Thailand dan negara-negara maju lainnya yang telah terlebih dahulu memanfaatkan HTA dalam mendukung pelaksanaan UHC di negaranya.
*Penulis adalah mahasiswa pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia