Oleh: Syaeful Muslih*)
KEBERHASILAN pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan terasa nampak ketika angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terus mengalami penurunan. Hasil rilis terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 November 2019 menunjukan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka pada periode Agustus 2019 mencapai 5,28 persen atau turun dibandingkan dengan Agustus 2018 yang sebesar 5,34 persen. Dengan demikian TPT mengalami penurunan sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
Penurunan TPT tersebut ditopang oleh pesatnya laju penduduk Angkatan Kerja yang tumbuh sebesar 9,14 persen atau 11,18 juta jiwa selama kurun waktu tahun 2015-2019. Serta tentunya laju pertumbuhan penduduk bekerja sebesar 10,18 persen atau bertambah sebanyak 11,68 juta jiwa dalam periode yang sama.
Namun yang menjadi catatan, jumlah pengangguran pada periode tahun 2016-2019 cenderung stagnan di kisaran 7-7,05 juta jiwa, artinya dalam empat tahun terakhir penyerapan tenaga kerja belum optimal.
Selain indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), sebetulnya ada satu lagi indikator yang juga mencerminkan tentang kondisi ketenagakerjaan khususnya yang berkaitan dengan pengangguran, yaitu setengah penganggur. Penduduk yang masuk kategori ini adalah mereka yang sudah memiliki pekerjaan atau sedang bekerja namun jam kerjanya di bawah standar (kurang dari 35 jam seminggu) dan ternyata mereka masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan.
Setengah penganggur ternyata tidak tanggung-tanggung jumlahnya, berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2019 jumlahnya mencapai 8,14 juta jiwa atau mencapai 6,43 persen dari total penduduk bekerja. Dengan demikian, jumlah setengah penggangur lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengangguran (7,04 Juta Jiwa).
Siapa Setengah Penganggur?
Ketika penduduk yang bekerja ternyata masih mencari pekerja, maka banyak faktor yang melandasinya. Bisa disebabkan karena pendapatan atau dari pekerjaan kurang sesuai, atau bisa juga ingin mendapatkan jenjang karir yang lebih baik, ataupun alasan lain yang sebetulnya karena adanya ketidakpuasaan dengan pekerjaan yang sekarang.
Ketidakpuasaan tersebut bisa diakibatkan karena masih adanya pilihan atau kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lain karena faktor usia yang masih memungkinkan untuk diterima di pekerjaan lain. Hal ini bisa terlihat dari tingkat setengah penganggur pada kelompok usia 15-34 tahun sangat tinggi, dimana untuk kelompok 15-19 tahun mencapai 13,75 persen, usia 20-24 tahun sebesar 10,29 persen, serta usia 25-29 tahun sebesar 7,57 persen, dan usia 30-34 tahun sebesar 6,65 persen. Pola ini terus menurun seiring dengan meningkatnya usia.
Bahkan secara distribusi, ada 2,44 juta jiwa yang berusia 20-29 tahun masuk sebagai kategori setengah penganggur. Artinya ada 2,44 juta jiwa generasi muda yang sekarang bekerja namun tidak puas dengan kondisi pekerjaannya.
Selanjutnya apabila Setengah Penganggur ini dirinci lebih dalam, ternyata didominasi oleh laki-laki, yaitu mencapai 5,09 juta jiwa, dan sisanya sebanyak 3,05 juta jiwa adalah perempuan. Meskipun sebenarnya kalau secara persentase, tingkat setengah penganggur antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, yaitu 6,54 persen berbanding 6,26 persen. hal ini disebabkan oleh jumlah laki-laki yang bekerja lebih banyak dibandingkan perempuan bekerja.
Berikutnya mengenai sebaran setengah penganggur, ternyata lebih banyak yang bertempat tinggal di daerah perdesaan, dimana setengah penganggur di daerah perdesaan mencapai 5,11 juta jiwa sementara di perkotaan hanya sebanyak 3,03 juta jiwa. Dan memang polanya menunjukkan bahwa jumlah setengah penganggur di daerah perdesaan selalu lebih besar dibandingkan dengan di perkotaan.
Apabila dilihat menurut pendidikan, distribusi setengah penganggur masih di dominasi tingkat pendidikan sekolah dasar yaitu sebesar 61,40 persen, diikuti pendidikan sekolah menengah sebesar 28,05 persen, serta sekolah tinggi sebesar 7,94 persen, dan sisanya 2,61 persen tidak pernah sekolah.
Kebijakan untuk Setengah Penganggur
Dari uraian di atas diperoleh gambaran bahwa setengah penganggur didominasi oleh mereka yang berusia 15-34 tahun, bertempat tinggal di perdesaan yang berpendidikan sekolah dasar.
Karakteristik tenaga kerja seperti itu banyak dijumpai di sektor pertanian. Hal ini bisa juga dijelaskan oleh data yang menunjukkan bahwa tingkat setengah penganggur begitu tinggi di provinisi-provinsi yang ekonomi dan tenaga kerjanya bertumpu pada sektor pertanian.
Program pemerintah seperti memadukan keterkaitan dan kesesuaian (Link and Match) antara dunia pendidikan dengan dunia usaha diharapkan dapat mengurangi pengangguran. Program ini tentu saja sangat baik dengan harapan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena lulusan pendidikan mempunyai keterkaitan dan sesuai dengan spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan dunia usaha.
Namun demikian, program ini lebih cenderung untuk mengurangi pengangguran terdidik. Karena seperti diketahui untuk setengah penganggur lebih didominasi oleh mereka yang berpendidikan sekolah dasar yang bisa jadi sudah tidak bersekolah lagi.
Terus bagaimana dengan kebijakan kartu pra kerja? sebuah kebijakan yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga kerja, maupun yang terkena PHK, ataupun yang mau beralih kerja dengan mengikuti pelatihan vokasi.
Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa kartu pra kerja bukan menggaji pengangguran, namun memberikan bantuan keuangan untuk para pencari kerja mengikuti pelatihan kerja dan pada nantinya mendapatkan sertifikat yang memang bisa dimanfaatkan dalam mencari kerja dan hasil keahlian dari pelatihan tersebut memang dibutuhkan dunia usaha.
Jika memang sistem dan skema pemberian kartu pra kerja tersebut memang demikian, maka hal tersebut bisa menjadi kabar baik untuk mereka yang termasuk kategori setengah penganggur, karena sebetulnya dengan adanya insentif tersebut makan setengah penganggur tadi bisa berpindah atau mencari pekerjaan yang lebih baik dari yang sekarang.
Namun yang menjadi catatan, pelatihan vokasi yang dimaksud harus juga mencakup vokasi di sektor pertanian, karena seperti diketahui setengah penganggur banyak didominasi dari pekerja bebas atau pekerja keluarga pada sektor pertanian.
*) Penulis adalah statistisi BPS Provinsi Jambi