Oleh: Muhammad Amin Khudori *)
BARU-baru ini, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) untuk pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Ada 270 daerah yang akan menggelar Pilkada serentak tahun ini, dimana 6 diantaranya berada di Jambi. Selain Pilgub Jambi, juga akan digelar Pilbup Tanjung Jabung Timur, Pilbup Tanjung Jabung Barat, Pilbup Batanghari, Pilbup Bungo, dan Pilwako Sungai Penuh.
Dalam rilis yang disampaikan oleh Bawaslu RI pada 25 Februari di Jakarta, yang dihadiri oleh seluruh Bawaslu kabupaten/kota, termasuk juga Wakil Presiden, Provinsi Jambi berada pada peringkat 4 dengan angka 73,69 dengan level 6 yang masuk pada kategori kerawanan tinggi, dengan peringkat pertama dihuni oleh Provinsi Sulawesi Utara dengan indeks 86,42.
Selain itu, Pilwako Sungai Penuh juga masuk peringkat 8 nasional dan peringkat 1 Sumatera dengan level kerawanan tinggi dengan indeks 70,63. Untuk tertinggi pada Pilkada kabupaten/kota sendiri dihuni oleh Kabupaten Manokwari, Papua Barat dengan indeks kerawanan 80,89.
Selain itu, Pilbup Bungo hanya menempati peringkat 212, Pilbup Tanjung Jabung Timur peringkat 218, Pilbup Batanghari peringkat 94 dan Pilbup Tanjung Jabung Barat pada peringkat 91. 4 daerah ini hanya masuk dalam kategori kerawanan sedang karena menempati level 3 dan 4.
Bawaslu sendiri mendapatkan dan mengambil kesimpulan angka tersebut berdasarkan dari beberapa kriteria yang diisi lewat instrumen oleh beberapa lembaga atau orang yang diminta. Dimensi dalam instrumen ini sendiri meliputi 4 hal, yaitu sosial politik, penyelenggaran yang bebas dan adil, kontestasi, dan partisipasi politik.
Selain itu, beberapa catatan yang menjadi perhatian Bawaslu untuk kontestasi Pilkada serentak tahun ini adalah mengenai keberpihakan aparatur pemerintah terhadap peserta, politik transaksional baik peserta, tim kampanye dan tim sukses, hoax dan ujaran kebencian yang merebak di media sosial, serta kemungkinan data pemilih yang tidak akurat.
Menariknya, hasil dari IKP ini sendiri merupakan bentuk dari proses pemilihan yang dilakukan pada periode sebelumnya, yaitu Pilkada 2015. Tujuannya sendiri merupakan untuk langkah antisipasi agar kerawanan yang dimungkinkan tidak terjadi pada pelaksanaan Pilkada tahun ini. Bukan berarti dengan hasil ini berpotensi untuk dilakukan kerawanan tersebut.
Data yang didapat ini tidak berkaitan apapun dengan Pemilu 2019 yang notabene baru selesai digelar. Padahal, pada posisinya penyelenggara yang menjalankan masih sama dan juga peserta pada Pilkada ini tetap melibatkan partai politik, meskipun dengan orang yang berbeda. Seharusnya, hasil dari Pemilu 2019 juga dijadikan catatan untuk menentukan IKP Pilkada serentak yang digelar tahun ini.
Data pemilu 2019 seharusnya menjadi catatan penting bagi Bawaslu dalam meramu IKP Pilkada, karena dalam momen pelaksanaan pemilu kemarin banyak sekali dugaan penyelewengan dan pelanggaran yang dilakukan terutama untuk para penyelenggara. Yang bisa dijadikan contoh nyata adalah KPU Bungo. Mereka diputuskan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia terbukti melakukan pelanggaran dan diberi sanksi peringatan keras.
Pilbup Bungo yang dilaksanakan tahun ini juga masih dipegang oleh para penyelenggara yang sama. Dalam artian, kemungkinan yang seperti ini akan sangat bisa menjadi catatan bagi Bawaslu dalam menetapkan IKP. Memang tidak semua hal bisa dimasukkan kedalam IKP, hanya saja untuk kasus para penyelenggara bisa menjadi acuan untuk masuk pada data kerawanan.
Sungai Penuh sendiri pada pemilu lalu terjadi pembakaran kotak suara saat proses penghitungan. Pelaku sendiri sudah ditangkap dan disidangkan meskipun hasilnya dibebaskan oleh hakim. Data ini tidak masuk dan tidak menjadi masalah karena memang hasilnya Pilwako masuk dalam peringkat 8 nasional. Seharusnya hal-hal yang seperti ini juga masuk dalam radar kerawanan yang diantisipasi.
Hal ini semata-semata agar dalam proses pemilihan kepala daerah yang akan digelar tahun ini bisa berjalan dengan baik dan tentunya aman. Masyarakat sendiri sudah muak dengan tampilan demokrasi yang selalu saja berulang dengan masalah yang serupa setiap Pilkada dilaksanakan.
Pada intinya tidak menyalahkan terhadap hasil IKP yang didapat oleh Bawaslu saat ini. Hanya saja dengan masuknya data dari pemilu, bisa menambah kemungkinan dan juga potensi kerawanan yang bisa diidentifikasi dan ditekan untuk memastikan proses pilkada bisa berjalan sesuai dengan ketentuan tanpa adanya pelanggaran.