Kedua, abaikan pesan yang isi kayak iklan, ‘punyo awaklah yang elok’. Pesan pesan yang berisi tuturan yang mengandung ‘superlatif’, dengan menggunakan kata ‘paling’ atau ‘ter-: paling pantas, tercantik, paling anti korupsi, paling tahu, paling mengenal, paling berpengalaman, dan lain-lain.
Ketiga, jangan terlalu percaya pesan pesan yang berisi gaya bahasa ‘totem pro parte’, yang sebuah ungkapan menyatakan seluruhnya tetapi berarti sebagian: Masyarakat Desa Semerah memilih Si A, Kami Dusun Baru sudah pasti mendukung Si B. Kelompok Pengajian C sudah berkomitmen memilih D. Ungkapan ini adalah contoh gaya bahasa Totem pro parte, bisa dipastikan tidak semua masyarakat Desa Semerah memilih Si A, dan lain-lain.
Keempat, hati hati dengan informasi overclaim atau over confidence, sikap dan sifat berlebihan bisa menjebak pada situasi yang tidak mengenakkan, percaya diri memang menjadi modal utama mencapai kesuksesan, tapi segala sesuatu yang berlebihan (over confidence atau overclaim) dapat berdampat tidak baik: Kalau saya terpilih, UMR (Upah Minimum Regional) naik dua kali (Tempo), Satu satunya yang bisa memimpin adalah pasangan Y. Pasangan Z bisa menyelesaikan persoalan, dan lain-lain.
Kelima, tolong bedakan antara fakta dan opini. Ini penting dilakukan untuk memastikan informasi yang didapat itu berdasarkan data emperis atau hanya sekedar pendapat seseorang yang cederung tendensius.
Masa tenang adalah waktu berfikir, merenungi secara mendalam dengan mencermati, menganalisa, meyakini secara pasti untuk mendapatkan pilihan yang paling pas dengan melihat, memperhatikan perilaku, fenomena, kejadian, masalah yang yang sedang berkembang dihari hari terakhir menjelang hari pencoblosan.
Ini dilakukan agar tumbuh keyakinan yang kuat, dan menghindari diri dari sikap ikut-ikutan terhadap opini yang berkembang dan akhirnya muncul kejernihan, ketajaman akal pikiran, perasaan dalam memilih, memilah pemimpin.
Bagi rakyat, waktunya menentukan pilihan untuk dibawa ke bilik suara, suara rakyat menentukan masa depan bangsa. Jangan sia siakan ‘ibadah’ ini.
*) Penulis adalah seorang pendidik di Madrasah