Problema Hukuman Mati Menteri Sosial

- Selasa, 8 Desember 2020 | 06:24 WIB

 Oleh: Musri Nauli *)

KETIKA Menteri Sosial (kemudian menjadi mantan Menteri Sosial) ditahan dengan tuduhan korupsi menerima “upeti” dari rekanan penyaluran bantuan sosial (bansos) senilai Rp 14,5 milIar, sebagian kalangan menghendaki “pidana mati” terhadap pelakunya.

Keinginan kuat untuk menerapkan hukuman mati terhadap pelaku korupsi adalah kegeraman publik di saat pandemik corona. Keinginan yang wajar di tengah persoalan himpitan ekonomi.

Bayangkan. Di saat rakyat tengah berjuang untuk keluar dari krisis panjang ekonomi dan ancaman pandemik corona yang belum usai, pejabat yang diberi amanah malah berselingkuh dengan rekanan. Dan mengutip tiap helai dari paket bantuan.

Namun di sisi lain, penerapan hukuman mati terhadap pelaku korupsi bansos menarik untuk ditinjau dari pendekatan hukum.

Sebagian kalangan semula dengan gampang mencomot pasal 2 ayat (2) UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor tidak dapat dipisahkan dari Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Sehingga pasal 2 ayat (2) yang kemudian disandingkan menjadi lebih tegas “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Sehingga pasal 2 ayat (2) UU Tipikor merupakan “pemberatan” dari pasal 2 (1) UU Tipikor.

Dengan membaca pasal 2 ayat (2) UU Tipikor maka untuk membuktikan “pemberantan” dari pasal 2 ayat (2) UU Tipikor maka pasal 2 ayat (1) UU Tipikor harus dibuktikan dulu.

Untuk membuktikan pasal 2 ayat (1) UU Tipikor maka unsur “melawan hukum” haruslah dinyatakan terbukti. Atau dengan kata lain unsur “melawan hukum” bertentangan dengan hukum.

Sehingga unsur “melawan hukum” pasal 2 ayat (1) UU Tipikor bertentangan dengan hukum dan kemudian dilakukan “dalam keadaan tertentu” sebagaimana diatur didalam pasal 2 ayat (2) UU Tipikor telah terbukti, barulah pidana mati kemudian dapat dijatuhkan.

Namun apabila menilik konstruksi yang disampaikan KPK di dalam berbagai pemberitaan, terhadap mantan Menteri Sosial justru masih ditempatkan di dalam pasal 12A dan 12B atau pasal 11 UU No 31 1999/ diubah UU 20 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi JO pasal 55 ayat 1 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Pasal 12 A menyebutkan “menerima hadiah atau janji”. Sedangkan Pasal 12 B “menerima hadiah” dan pasal 11 menyebutkan “menerima hadiah atau janji”.

Pasal-pasal yang disangkakan masih merujuk kepada ranah “suap” dalam tindak pidana korupsi.

Sehingga untuk menyandingkan antara pasal yang berkaitan dengan “suap” dengan unsur “perbuatan melawan hukum” yang bertentangan dengan hukum memerlukan waktu untuk membuktikannya.

Namun apabila hingga memasuki pelimpahan berkas perkara dan kemudian disidangkan, masih Menteri Sosial masih diterapkan pasal 12A dan 12B atau pasal 11 UU No 31 1999/ diubah UU 20 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) maka pasal 2 ayat (1) dan kemudian tidak dapat dibuktikan.  Sehingga pasal 2 ayat (20 UU Tipikor, Menteri Sosial tidak dapat diterapkan “pidana mati”. Sebagaimana yang menjadi wacana publik.

Tapi saya percaya. Desakkan publik untuk diterapkan “pidana mati” terhadap mantan Menteri Sosial menjadi perhatian penuh KPK.

Dan apabila kemudian KPK berhasil membuktikan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor terhadap mantan Menteri Sosial menjadi kajian yang menarik dari pendekatan hukum.


*) Advokat. Tinggal di Jambi.

Editor: Administrator

Terkini

Tanggung Jawab Suami

Rabu, 24 Mei 2023 | 18:59 WIB

Resiko Bisnis atau Korupsi

Kamis, 11 Mei 2023 | 20:16 WIB

Media dan Marketing Politik

Minggu, 7 Mei 2023 | 16:37 WIB

Percakapan “Akademik’ Guru

Jumat, 5 Mei 2023 | 16:26 WIB

Diam-diam Memupuk Rindu Pada Sastra

Rabu, 3 Mei 2023 | 11:58 WIB

Menyambut Idul Fitri, Mencintai Bumi

Sabtu, 22 April 2023 | 22:06 WIB

Ramadan Pergi...

Senin, 17 April 2023 | 23:12 WIB

Mengakhiri Ramadan

Senin, 17 April 2023 | 20:57 WIB

Kurikulum Merdeka ‘Ramadan’

Senin, 27 Maret 2023 | 08:39 WIB

Mungkinkah Doa Ditolak Allah?

Jumat, 17 Maret 2023 | 09:53 WIB

Pemilih Milenial Perisai Idealis Pemilu 2024

Rabu, 15 Maret 2023 | 21:48 WIB

Pengaruh Money Politics Dalam Pemilihan Umum

Selasa, 7 Maret 2023 | 12:09 WIB

Islam, Seni dan Trend

Rabu, 1 Maret 2023 | 19:14 WIB