Pembaharuan Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan Nilai-nilai Pancasila

- Rabu, 16 Desember 2020 | 19:33 WIB

Oleh: Vernandus Hamonangan

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Jambi

BERBICARA mengenai perkembangan sistem hukum di Indonesia tidak terlepas dari sisi historis bangsa Indonesia yang mendapatkan pengaruh besar dari sistem hukum Eropa Kontinental, mengingat Indonesia merupakan negara jajahan kolonial Belanda. Maka secara praktis, aturan-aturan hukum di Indonesia masih memuat nilai-nilai warisan kolonial yang saat ini sangatlah tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.

Pada hakikatnya, hukum merupakan suatu refleksi dari masyarakat di mana hukum itu berlaku. Hukum yang berlaku di Indonesia akan menjadi efektif apabila hukum itu berasal dari semangat masyarakat yang menciptakan hukum itu sendiri yakni bangsa Indonesia.

Hukum yang berlaku di negara kita saat ini sudah tidak lagi mampu mengakomodir tantangan zaman sehingga diperlukan perubahan yang bersifat mendasar dari hukum dan sistem hukum yang ada. Bukti konkret bahwa hukum yang berlaku sudah tidak mampu lagi mengatasi persoalan-persoalan yang muncul saat ini seperti maraknya kasus-kasus yang berkaitan dengan LGBT dan kohabitasi di Indonesia.

Regulasi mengenai LGBT masih abu-abu di Indonesia, negara tidak menjamin perlindungan hukum bagi mereka dan tidak pula mengkriminalisasi perbuatan mereka. Begitu pula dengan pelaku kohabitasi, dimana Indonesia hanya mengatur delik zina bagi salah seorang atau kedua pelaku yang sudah menikah. Sedangkan bagi pelaku yang belum menikah, terdapat kekosongan hukum. Hal-hal seperti ini seringkali dibenturkan dengan Hak Asasi Manusia dengan dalih negara seharusnya tidak mencampuri urusan privat warga negaranya, namun harus menjaga hak-hak serta privasi dari warga negaranya.

Padahal, ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam falsafah bangsa Indonesia yakni Pancasila sebagai (Grundnorm) khususnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka sudah seharusnya dilakukan pembaharuan sistem hukum di Indonesia yang di dasarkan pada nilai-nilai Pancasila, karena HAM Indonesia bukanlah HAM Barat.

Pancasila sebagai dasar filsafat dan pandangan hidup bangsa artinya rangkaian nilai-nilai luhur, yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri, berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam berinteraksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, Prof. Mahfud MD dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum di Indonesia mengemukakan empat pedoman pembentukan politik hukum supaya Pancasila tidak sekadar menjadi jargon belaka yakni : 1) Politik hukum harus tetap menjaga integrasi bangsa baik secara ideology maupun teritori, 2) Politik hukum harus didasarkan pada demokrasi dan nomokrasi sekaligus, 3) Politik hukum harus didasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan 4) Politik hukum harus didasarkan pada toleransi beragama dan beradab.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sudah seharusnya dilakukan pembaharuan sistem hukum di Indonesia dengan didasarkan pada penguatan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa yang dilakukan melalui pendekatan holistik, mengingat hukum bukan sekadar formalitas normatif semata, melainkan unsur kulturnya perlu mendapat perhatian lebih disamping struktur dan substansinya, sehingga hukum benar-benar hadir untuk mewujudkan keadilan.

Berdasarkan uraian di atas, negara Indonesia sebagai negara hukum yang dimana hal tersebut tercantum dalam UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 pada pasal 1 ayat (3) yang mengakui eksistensi agama dan kebudayaan dalam menghadapi fenomena globalisasi LGBT harus bertindak tegas untuk menolak nilai-nilai yang bertentangan dengan keluhuran negara.

Dalam perkembangan hukum sudah seharusnya dilakukan pembaharuan sistem hukum di Indonesia tentu dengan  tidak melupakan HAM yang merupakan Ius Contituendum dengan didasarkan pada penguatan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa yang dilakukan melalui pendekatan holistik, mengingat hukum bukan sekadar formalitas normatif semata, melainkan unsur kulturnya perlu mendapat perhatian lebih disamping struktur dan substansinya, sehingga hukum benar-benar hadir untuk mewujudkan keadilan.

Lex nemini operatur iniquum, neminini facit injuriam
Hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun.

Editor: Administrator

Terkini

Guru ‘Bermuka Dua’

Senin, 5 Juni 2023 | 13:51 WIB

Tanggung Jawab Suami

Rabu, 24 Mei 2023 | 18:59 WIB

Resiko Bisnis atau Korupsi

Kamis, 11 Mei 2023 | 20:16 WIB

Media dan Marketing Politik

Minggu, 7 Mei 2023 | 16:37 WIB

Percakapan “Akademik’ Guru

Jumat, 5 Mei 2023 | 16:26 WIB

Diam-diam Memupuk Rindu Pada Sastra

Rabu, 3 Mei 2023 | 11:58 WIB

Menyambut Idul Fitri, Mencintai Bumi

Sabtu, 22 April 2023 | 22:06 WIB

Ramadan Pergi...

Senin, 17 April 2023 | 23:12 WIB

Mengakhiri Ramadan

Senin, 17 April 2023 | 20:57 WIB

Kurikulum Merdeka ‘Ramadan’

Senin, 27 Maret 2023 | 08:39 WIB

Mungkinkah Doa Ditolak Allah?

Jumat, 17 Maret 2023 | 09:53 WIB

Pemilih Milenial Perisai Idealis Pemilu 2024

Rabu, 15 Maret 2023 | 21:48 WIB

Pengaruh Money Politics Dalam Pemilihan Umum

Selasa, 7 Maret 2023 | 12:09 WIB