• Sabtu, 30 September 2023

Pandangan Orang Humba

- Rabu, 3 Maret 2021 | 14:04 WIB
Musri Nauli
Musri Nauli

Oleh : Musri Nauli *)

AKHIR-akhir ini, politik kontemporer dihebohkan dengan pernyataan Dr. Benny K Harman. Anggota DPR-RI yang melihat kedatangan Jokowi ke NTT.

Kata-katanya yang kemudian menjadi perhatian adalah pernyataan “Peristiwa ini juga memperlihatkan masyarakat NTT rela mati, rela korbankan dirinya terpapar Covid-19 hanya untuk melihat pemimpin yang mereka cintai\".

Sebagai “orang NTT” dan anggota DPR_RI dipilih dari dapil NTT 1, Benny K Harman kemudian mendapatkan protes oleh Fransisco Soarez di dalam surat terbukanya yang dimuat di www.radarntt.co kemudian dengan tegas menyatakan “satu-satunya wakil rakyat NTT di Parlemen Nasional yang menyalahkan Presiden telah melanggar Protokol Kesehatan.

Bahkan Fransisco justru menyesalkan pernyataan Benny K Harman yang menyebutkan “Benny K Harman menunjukkan minimnya apresiasi Saudara terhadap rakyat Sumba dan Flores, Nusa Tenggara Timur.

Namun saya tidak tertarik dengan pernyataan dari Benny K Harman. Biarlah masyarakat NTT sendiri memandang bagaimana pernyataan yang dikeluarkan oleh Benny K Harman.

Membicarakan Sumba teringat 5 tahun yang lalu. Menghadiri undangan dari Direktur Walhi NTT di Pulau Sumba. Tradisi merayakan Hari Air (Way Humba) Oktober tahun 2016.

Negeri Sumba yang kemudian di dalam dialek sering disebutkan “Humba” tidak dapat dilepaskan dari Pulau Sumba. Salah satu pulau yang berjejer dari Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Sehingga dengan penyebutan “Humba” maka tidak dapat dilepaskan dari negeri Sumba.

Catatan arkeologi kemudian menempatkan jajaran pulau ini sering disebutkan sebagai “Sundaland”. Atau Pulau Sunda.

Dalam pandangan kosmopolitan, orang Humba menganut keyakinan “Marapu”. Marapu berarti “Yang dihormati”  Leluhur orang Humba yang kemudian dihormati merupakan “jalan” untuk menemukan Keilahian”. Menemukan Tuhan yang menciptakan bumi dan pohon sebagai kehidupan (Pertemuan di Laiwotang, 29 Oktober 2016).

Sebagai ajaran leluhur Marapu,  maka setiap keturunan dari orang Humba tidak boleh merusak alam, menghormati binatang, mengambil barang orang lain, tidak boleh berbohong. Ajaran ini kemudian menempatkan “anatala” yang mengawasi segala tindak tanduk manusia di muka bumi. Penyebutan “anatala” hanya disebutkan di dalam doa-doa yang diucapkan oleh ratu di dalam doanya di dalam “Pamangu Ndewa”.

Dalam pengucapan terhadap Tuhan juga dikenal “Mawulu Tau” (yang menciptakan manusia), Ina Mbulu – Ama Ndaba (Ibu dan bapak dari segala sesuatu), Ina Nuku – Ama Hara (Ibu dan Bapak segala urusan). 

Sebagai masyarakat yang mengagungkan dan menghormati tentang alam, masyarakat Humba mengenal struktur social yang biasa dikenal Maramba. Maramba terdapat didalam Kabihu.

Kabihu adalah kelompok kekerabatan yang berasal dari sistem kekerabatan berdasarkan keturunan garis ibu. Sistem kekerabatan ini mirip dengan “kaum“ dari masyarakat Minangkabau. Atau “guguk” atau Kalbu di Jambi.

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

Devil’s Advocate di Satuan Pendidikan

Senin, 25 September 2023 | 09:56 WIB

Hak Milik dan Izin

Selasa, 19 September 2023 | 14:48 WIB

Hukum Alam Dalam Pembelajaran

Selasa, 29 Agustus 2023 | 09:58 WIB

Kemerdekaan dan Sabotase Diri

Kamis, 17 Agustus 2023 | 08:14 WIB

Tafsir 'Bajingan dan Tolol'

Rabu, 16 Agustus 2023 | 09:14 WIB

Lengser Keprabon, Mandig Pandito

Jumat, 11 Agustus 2023 | 10:14 WIB

Black Box Pembelajaran

Senin, 24 Juli 2023 | 08:51 WIB

Perkawinan dan Perbuatan Pidana

Sabtu, 22 Juli 2023 | 17:49 WIB

Izin dan Sertifikasi

Jumat, 7 Juli 2023 | 07:23 WIB

Libur dan Muhasabah Profesional

Senin, 26 Juni 2023 | 10:14 WIB

Guru ‘Bermuka Dua’

Senin, 5 Juni 2023 | 13:51 WIB

Tanggung Jawab Suami

Rabu, 24 Mei 2023 | 18:59 WIB

Resiko Bisnis atau Korupsi

Kamis, 11 Mei 2023 | 20:16 WIB

Media dan Marketing Politik

Minggu, 7 Mei 2023 | 16:37 WIB

Percakapan “Akademik’ Guru

Jumat, 5 Mei 2023 | 16:26 WIB
X