Ingin Memulihkan Batanghari? Ayo Pahami Akar Masalahnya

- Selasa, 15 Maret 2022 | 10:37 WIB
Sungai Batanghari
Sungai Batanghari

Oleh: Ratna Dewi[1]

UNSUR pencemar utama yang menurunkan kualitas air Batanghari bukanlah merkuri (Hg) atau limbah logam berat lainnya yang disumbang oleh PETI. Jangan kaget, tapi adalah limbah rumah tangga. Silahkan di cek datanya ke Dinas LH terkait[2] atau lakukan uji sampel di beberapa titik.

Berbagai penelitian menjabarkan kandungan COD, BOD, TSS, suhu, kekeruhan dan bakteri yang telah berada di atas batas aman baku mutu air, sebagai unsur utama pencemar Batanghari. Yang mengindikasikan sumbernya, yaitu limbah domestik. Ini juga menjelaskan mengapa tingkat cemaran tertinggi berada di wilayah tengah (Kota Jambi) yang padat penduduk.

Di posisi berikutnya ditempatilimbah industri yang IPALnya tidak sempurna (atau bahkan tidak memiliki IPAL sama sekali) seperti limbah pabrik CPO, karet, industi makanan, tekstil dan juga stockpile batubara terutama yang berada di bantaran sungai.Diikuti residu pupuk serta pertisida akibat praktek pertanian dan perkebunan yang tidak alami. Residu ini (Cd dan Cu) terbawa oleh air hujan dan masuk ke Batanghari untuk selanjutnya menjadi sedimen dan sisanya terbawa hingga ke arus lepas di Selat Malaka.

PETI memang berbahaya apalagi jika massif. Ia merusak morfologi sungai dan membahayakan ekosistemnya. Namun untuk sungai sepanjang dan selebar Batanghari, ia adalah minor intruder. Ia dijumpai terakumulasi di wilayah hulu (ringan)[3] dan tengah (sedang)[4].Selain itu sifat merkuri dan limbah logam berat adalah larut dan mengendap. Menjadi tumpukan sedimen di dasar Batanghari, sehingga jika kita mengambil sampel air permukaan iabisa jadi tidak terdeteksi kecuali pada saat ia baru saja dialirkan. Maka salah satu metode terbaik mengetahui unsur pencemar Batanghari secara komprehensif bukan hanya mempergunakan sampel air permukaan tapi juga air dalam dan sedimen.

Kontributor lain adalah tambang batu dan pasir, yang walaupun tidak menggunakan unsur kimia dalam operasionalnya, namun menyumbang kerusakan yang tak kalah hebat terhadap morfologi sungai. Kekeruhan hebat akanmenghalangi proses fotosintesis plankton yang merupakan makanan ikan dan organisme sungai lain. Lumpur sisa penambangan juga akan masuk ke insang ikan dan dalam skala yang padat bisa membuat ikan mabuk lalu mati (air gapuak).

Menyelamatkan Batanghari tidak bisa parsial, dengan hanya melihat yang tampak dan seolah sangat mengancam yaitu PETI. Puluhan tahun isu ini tetap tak bergeming. Jelas ia juga tidak bisa kita biarkan, tapi kita perlu memperlebar lensa pandang dalam kasus Batanghari. Memberantas PETI penting, tapi energi juga harus dibagi. Solusi lain selalu ada.

Mari kita lihat status mutu air sungai Batanghari yang diterbitkan Ditjen Pengendalian Pencemaran Air KLHK tahun 2020.

-


Tabel ini menjawab mengapa Batanghari tidak pernah dimasukkan dalam 15 DAS top prioritas yang harus dipulihkan oleh KLHK. Karena memang kualitas airnya masih relatif lebih baik dari sungai prioritas lain seperti Citarum, Ciliwung, Brantas dan sungai lainnya di Jawa dan NTB. Batanghari hanya masuk dalam 108 DAS Prioritas sejak tahun 2009 oleh SK.328/Menhut-II/2009.

Namun juga lewat tabel diatas, laju ketercemaran Batanghari meningkat signifikan hanya dalam rentang satu tahun saja, dari 83 persen berstatus baik di 2018, menyisakan hanya 13 persen di tahun 2019. Sisanya meningkat menjadi tercemar ringan dan tercemar sedang. Kita tentu harus waspada. Menengok ke hulu, yang berada di kabupaten Dharmasraya dan Solok Selatan, di tahun 2019 seluruh airnya berstatus tercemar ringan dan sedang. Tidak menyisakan yang berstatus baik. Di hulu ini diduga kontribusi utamanya limbah pertanian sayur yang masif di Alahan Panjang yang setiap hari memasuki Danau Kembar, hulu Batanghari. Ditambahlimbah logam berat dari pertambangan emas di kabupaten itu dan Dharmasraya.

Namun penelitian BP3U Pelembang KKP tahun 2015, menunjukkan bahwa kualitas air Batanghari di hilir (Tanjung Jabung Timur) tidak mengandung merkuri (sangat rendah). Ini dikarenakan sifat limbah logam berat yang sudah saya jelaskan di atas. Kondisi air Batanghari di hulu dan hilir ternyata sangat berbeda.

Mengapa menurut KLHK, indeks kualitas air (IKA) Batanghari masih relatif baik dengan tingkat cemaran ringan dan sedang, sementara berbagai penelitian yang sifatnya lokalitas tertentu menunjukkan data yang berbeda?.Pasalnya adalah di metodologi. Penelitian perguruan tinggi dilakukan dengan sampling terbatas dalam lokal tertentu, seperti daerah hulu saja atau tengah saja (kota Jambi) dan data semasa (sesaat). Di lain pihak KLHK menggunakan data sebaran dari hulu hingga hilir dan diakumulasikan secara regresi, maka yang dihasilkan adalah data rata-rata kualitas air sungai. Angka ini tidak bisa dikatakan merepresentasi hilir, tengah dan hulu secara spesifik, namun kumulatif.

Mengapa mengenali jenis cemaran Batanghari penting? Agar upaya memulihkannya yang saat ini sedang didorong dengan kemauan kuat Pemprov Jambi, efektif. Ibarat demam, mengobatinya harus diketahui  apa penyebab demam, apakah penyebabnya infeksi virus, bakteri atau ada kelenjar yang radang?.

 

Fitoremediasi (melawan semua limbah dengan tanaman)

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

Guru ‘Bermuka Dua’

Senin, 5 Juni 2023 | 13:51 WIB

Tanggung Jawab Suami

Rabu, 24 Mei 2023 | 18:59 WIB

Resiko Bisnis atau Korupsi

Kamis, 11 Mei 2023 | 20:16 WIB

Media dan Marketing Politik

Minggu, 7 Mei 2023 | 16:37 WIB

Percakapan “Akademik’ Guru

Jumat, 5 Mei 2023 | 16:26 WIB

Diam-diam Memupuk Rindu Pada Sastra

Rabu, 3 Mei 2023 | 11:58 WIB

Menyambut Idul Fitri, Mencintai Bumi

Sabtu, 22 April 2023 | 22:06 WIB

Ramadan Pergi...

Senin, 17 April 2023 | 23:12 WIB

Mengakhiri Ramadan

Senin, 17 April 2023 | 20:57 WIB

Kurikulum Merdeka ‘Ramadan’

Senin, 27 Maret 2023 | 08:39 WIB

Mungkinkah Doa Ditolak Allah?

Jumat, 17 Maret 2023 | 09:53 WIB

Pemilih Milenial Perisai Idealis Pemilu 2024

Rabu, 15 Maret 2023 | 21:48 WIB

Pengaruh Money Politics Dalam Pemilihan Umum

Selasa, 7 Maret 2023 | 12:09 WIB