Oleh: Musri Nauli*
AKHIR-akhir ini konsentrasi publik memantau peristiwa pembunuhan anggota Polri memantik diskusi. Berbagai drama demi drama sempat membuat peristiwa ini sempat kelam.
Namun pelan tapi pasti, dipimpin langsung Kapolri, kemudian mengumumkan tersangka yang melibatkan “orang penting” di Mabes Polri, Irjen (Pol) FS.
Sebagai pengumuman resmi Kapolri yang berlatar belakang reserse, publik kemudian lega. Dugaan keterlibatan “orang penting” kemudian menjadi terjawab.
Pengumuman resmi dari Kapolri sekaligus menepis adanya “dekingan” kepada Pelaku. Justru dengan diumumkan langsung Kapolri, apresiasi terhadap institusi kemudian pulih. Publik kemudian percaya dengan pengungkapan kasus tersebut.
Dalam berbagai tayangan media massa, berbagai perdebatan kemudian muncul. Bagaimana proses hukum terhadap Bharada E, Bharada RR, dan tersangka KM.
Ketiganya kemudian dituduh sebagai pelaku sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP - Pasal 56 KUHP. Sedangkan Irjen (Pol) FS Malah diterapkan pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP diterangkan dipidana sebagai pelaku tindak pidana (1) mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. (2) mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Sedangkan pasal 55 ayat (2) terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Sementara Pasal 56 KUHP, “Dipidana sebagai pembantu kejahatan (1) mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. (2) mereka yang mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Secara sekilas pasal yang diterapkan kepada para tersangka merupakan pasal-pasal yang lazim dalam ranah praktek peradilan di Indonesia.
Namun ketika adanya “pemikiran” Bharada E, Bharada RR atau tersangka KM adanya kemungkinan “lepas” dari proses hukum di pengadilan maka memantik diskusi lebih jauh.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Kapolri, para tersangka kemudian dituduh melakukan perbuatan pembunuhan (Pasal 340 KUHP juncto Pasal 338 KUH) yang kemudian disandingkan dengan pasal 55 KUHP junto Pasal 56 KUHP maka adalah ruang untuk membedah kasus ini lebih jauh.
Dari ilmu hukum pidana, penentuan pelaku (dader) merupakan salah salah optik untuk melihat kesalahan (schuld) dari dader. Kesalahan (schuld) yang dilakukan oleh pelaku (dader) maka terhadap pelaku (dader) dapat dimintakan pertanggungjawaban pelaku (teorekenbaardheid/criminal responsibility).