Oleh: Faridl Hakim, MA*
ISLAM didefinisikan sebagai agama petunjuk yang sedari dulu turun untuk sekalian alam. Objek Islam sebenarnya bukan hanya manusia atau pun malaikat saja, namun Islam memayungi banyak hal dari manusia, malaikat, hewan dan tumbuh-tumbuhan bahkan jagat raya.
Secara normatif Islam didefinisikan sebagai agama Allah SWT yang diturunkan untuk membawa petunjuk, dan petunjuk ini bertujuan untuk kebahagian dunia dan akhirat.
Menurut kebanyakan orang, Islam turun dan berkembang di dunia Arab merujuk pada buku-buku sejarah. Akan tetapi, penulis berpendapat agama yang mulia “Islam” turun dan diterima di alam kebahagiaan (surga) meskipun dengan tanpa nama Islam.
Hal ini dibuktikan dengan penciptaan Nabi Adam AS dan bukti otentik di dalam Alquran. Dan Islam turun pertama kali di tempat yang paling suci nirwana kebahagian dan itu surga ciptaan Allah.
Terlepas dua pendapat tersebut, kemudian Islam menyebar diberbagai negara dan salah satu negera tersebut adalah Indonesia. Memakai cara pandang penulis Islam di Indonesia representasi Islam yang indah tanpa menafikan negara-negara lain.
Penulis lebih senang mengungkapkan Islam dengan bentuk ajektif (kata sifat) sebab Islam notabenenya kata sifat. Menarik diperhatikan dan amati Islam itu indah dan memiliki seni yang tinggi.
Islam itu indah dan bernilai seni tinggi mampu memberikan stimulus dan mampu menarik banyak peminat khususnya di Indonesia. Bentuk representasi Islam di Indonesia itu adalah musik atau seni seperti salawat, nashid, musik islami dan lainnya.
Islam yang divisualkan dengan berbagai musik dan seni, menurut penulis, mengalami pergeseran nilai dan etik. Merujuk kepada buku-buku sejarah penyebaran Islam di bumi Nusantara, musik adalah alat terbaik untuk menyebarkan agama Islam. Tentunya alat ini perantara untuk menuju hakikat Islam itu sendiri.
Hal yang terlihat malah sebaliknya, salawat, musik Islam digunakan lading trend dan bisnis semata. Salawat ataupun musik menjadi tak mempunyai ruh, hanya sekedar dinikmati begitu saja.
Penulis mempunyai pengalaman mengenai hal ini, kebanyakan penikmat salawat, nashid atau musik Islami ketika penulis menanyakan kebeberapa kolega mengenai makna maka jawaban mereka just for fun dan mereka tidak dapat meresapi bahkan tidak adanya membekas di sikap dan sifat keseharian.
Salawat, Nashid dan Musik Islam: Bisnis
Tidak dapat dinafikan, kebutuhan manusia modern yang begitu konsumtif memaksa dunia bisnis menciptakan produksi musik yang luar biasa derasnya. Pelaku bisnis mampu membaca dengan baik mengenai keadaan ini, manusia modern khususnya Indonesia, Ia merupakan manusia yang selalu cepat mengikuti trend sehingga produksi musik cepat diterima.
Terlebih saat ini, sikap dan sifat manusia Indonesia digandrungi oleh dunia jagat maya serta di dukung berbagai macam aplikasi. Di dunia jagat maya penyebaran informasi, musik dan bisnis adalah suatu keniscayaan. Penyebaran tersebut menjadi luas dan akhirnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Salawat adalah seni Islam yang berkaitan dengan budaya dan Islam itu sendiri sehingga menjadi kesatuan yang kuat maka lahirlah mahakarya baru berbentuk salawat. Salawat yang kita kenal hari ini adalah sebuah lantunan musik bernuansa Islami yang memberikan efek kepada pendengar (mustami’).
Efek yang ditimbulkan membuat pendengar merasa lebih dekat dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Memberikan efek positif dalam hidup-kehidupan atau aktivitas keseharian.
Salawat banyak diputar atau dihidupkan di banyak acara-cara Islami, bahkan di sebuah instansi untuk menyambut siswa-siswa yang masuk kelas. Artinya, salawat memberikan perubahan baik dari segi ruhiyah maupun badaniyah.
Nashid, tidak jauh berbeda dengan salawat. Selain musik ini bergenre musik Islami, juga mempunyai pengaruh yang sama dengan salawat meskipun terdapat sedikit perbedaan dalam hal pembawaannya dan lantunannya.
Salawat dalam lirik lagunya kebanyakan dengan bahasa Arab. Smentara Nashid memakai bahasa Indonesia atau bahasa daerah lain.
Nashid sebuah genre musik yang memberikan warna agak berbeda, reaksi dari lagu-lagu sekuler hari ini yang sudah berbaur dikehidupan ini. Nashid memberikan tanda baru bagi karya Islami yang bersifat menghidur tetapi juga membuat husnul aqli (kabagusan akal) kita menjadi terbimbing ke Jalan Islam.
Musik Islami menurut penulis adalah tingkatan ketiga setelah salawat dan nashid. Berbekal dua genre musik ini, terciptalah jenis musik yang lebih fleksibel, musik ini memberikan peluang bisnis yang luar biasa dan memberikan benefit yang besar pula.
Musik Islami selalu dan terus berproduksi guna memenuhi pasar dan permintaan. Semakin lama musik ini diproduksi, semakin banyak musik ini membanjiri tanah air dan akhirnya disana terdapat pergeseran etik dan nilai.
Musik Islami tidak lagi diresapi secara mendalam untuk kebaikan, untuk pertimbangan tingkah lagu, tindak tanduk, akhlak bahkan hubungan dengan Allah SWT, dan hubungan dengan manusia. Kemudian, musik sejenis salawat dan nashid ditariklah kedalam jenis musik ini, dan menjadi musik yang untuk kebutuhan bisnis belaka (money oriented).
Tiga jenis musik tersebut pada akhirnya dikemas kembali untuk kepentingan momen/waktu baik hari keagamaan, atau kegiatan keagamaan yang bersifat khusus, dan pembisnislah yang mendapatkan keuntungan yang banyak.
Seyogyanya salawat, nashid dan musik Islami menjadi warna Islam, menjadi tempat atau mengingat tentang Islam, kebaikan Islam, untuk kemaslahatan manusia bukan kelompok kecil saja.
Akhirnya, seyogyanya yang kedua, salawat, nashid dan musik Islami dapat dinikmati semua kalangan dan dapat dipetik hikmah di dalamnya mengenai Islam, dapat menyadarkan kembali tentang indahnya Islam serta damainya agama Islam.
* Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi