Oleh: Dadang Firdaus, S.Ag
YANG dilematis bagi kita saat berdoa atau setelah berdoa adalah kegundahan yang merasuki pikiran mungkinkah doa yang kita mohonkan ditolak oleh Allah. Karena ada beberapa informasi dari hadits-hadits bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu, doa yang dipanjatkan bisa ditolak Allah.
Baca juga : Kapan Allah Mengabulkan Doa Kita ?
Hadits Muslim misalnya menulis bahwa Rasulullah SAW menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa: ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.’ Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan mengabulkan doanya?
Baca juga : Mengapa Doa Tidak Terkabul
Kemudian Hadits dari Anas Bin Malik diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda : “Adapun kezaliman yang tidak akan dibiarkan oleh Allah adalah kezaliman manusia atas manusia lainnya hingga mereka menyelesaikan urusannya.” Dalam pengertian ini, bagaimana mungkin doa yang dimohonkan oleh orang yang berbuat zalim kepada orang lain akan terkabul.
Penyebab lainnya dari doa yang ditolak oleh Allah adalah orang yang lalai dalam melaksanakan aturan syari’at. Rasulullah SAW bersabda : “Ketahuilah oleh kalian semua, sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari orang yang hatinya lalai” (HR. Tirmidzi).
Baca juga : Pengabulan Doa Adalah Wilayah Allah
Kita tidak hidup pada zaman Rasulullah SAW sehingga kita tidak mengetahui kepada siapa dan untuk keperluan apa suatu ucapan beliau ujarkan, kecuali Asbab al-Wurud nya dicantumkan dalam kitab-kitab Hadits. Banyak suatu peristiwa tertentu untuk orang tertentu di dalam Hadits yang digeneralisasi untuk semua umat muslim pada zaman sekarang. Termasuk hadits-hadits diatas yang kita tidak tahu untuk siapa dan dalam keadaan apa hadits itu diujarkan oleh Rasulullah, kemudian saat ini dijadikan hujjah bagi tertolaknya doa.
Tidak ada yang keliru dari hadits-hadits tersebut, tetapi cara memahaminya yang berbeda. Dalam pemahaman saya, hadits itu diujarkan oleh Rasulullah bukan tentang Allah yang Maha Rahman, Maha Rahim dan Maha Mengabulkan Doa, melainkan tentang bagaimana kita memiliki adab / kepantasan saat menyampaikan permohonan kepada Allah.
Baca juga : Kapan Allah Mengabulkan Doa Kita ?
Apakah pantas kita menghadap Allah sementara apa yang kita makan, apa yang kita minum dan apa yang kita pakai berasal dari sumber-sumber yang tidak baik. Apakah pantas kita menghadap Allah yang Maha Mencipta, sementara kita berbuat zalim kepada ciptaan-Nya. Apakah pantas kita menghadap Allah yang merupakan Pengatur kehidupan ini sementara kita lalai terhadap aturan-Nya.
Rasulullah SAW menyampaikan tentang keadaan kita bukan keadaan Allah. Apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW adalah motivasi agar kita menghindari makanan, minuman dan pakaian yang berasal dari yang haram, larangan berbuat zalim dan larangan lalai dalam melaksanakan aturan-aturan syari’at yang dipertalikan kepada doa.
Maksudnya adalah, kepantasan kita sebagai hamba menghadap sang Khaliq sudah semestinya memiliki adab. “Semestinya” ini yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam hadits-hadits diatas supaya ada korelasi antara kepantasan dan doa yang dimohonkan kepada Allah.
Motivasi Rasulullah SAW dengan mempertalikan amal dengan doa adalah supaya kita menyadari kesejatian manusia sebagai ciptaan Allah yang harus tunduk dan taat pada tata aturan Nya. Kita memiliki keperluan yang kita inginkan dan yang kita butuhkan kepada Sang Pencipta. Maka sangat pantas kita menghadap Nya dengan amal-amal yang baik, bukan dengan amal-amal yang buruk yang diujarkan oleh Rasulullah sebagai makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, berbuat zalim kepada sesama manusia dan lalai dalam menjalankan aturan-aturan syariat.
Tetapi dari dimensi Allah tidak ada halangan sedikitpun untuk tidak mengabulkan doa yang dimohonkan kepada Nya, dengan beradab atau tidak beradab. Karena hal itu tidak mengurangi kemuliaan Allah sedikitpun sekalipun manusia bermohon kepada Nya tanpa adab.
Allah SWT berfirman di dalam Alquran :
"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur)". (Q.S. Al-Isra : 67)
Kesejatian Allah sebagai Pencipta, Pemrakarsa, Pemelihara dan Pengatur makhluk ciptaan-Nya ditunjukan oleh ayat ini, yakni Dia mengabulkan permohonan orang-orang yang bermohon kepada Nya meskipun orang itu mengingkari eksistensi-Nya. Dalam hal ini, yang ditunjukan oleh ayat tersebut, Allah mewujudkan sifat Rahman dan Rahim Nya kepada semua orang tanpa kecuali.
Yang harus kita fahami adalah Allah Maha Rahman dan Maha Rahim dengan segala sifat kemahaan lainnya yang sempurna. Tidak perlu kita mempertanyakan kenapa doa orang kafir, orang munafik, orang fasik, orang-orang yang berdosa diterima dan dikabulkan juga oleh Allah. Mereka, sebagaimana kita, adalah kepunyaan Allah, jadi hak Allah untuk menerima dan mengabulkan doa-doa siapa pun yang berdoa kepada Nya.
Berbeda dengan pahala / ganjaran yang disediakan Allah kelak untuk mengapresiasi ketaatan atau ketidaktaatan kita terhadap aturan-aturan syari’at yang ditetapkan Nya. Ketaatan kepada Allah akan beroleh kebaikan, sedangkan ketidaktaatan akan beroleh keburukan (Q.S. Al-Zalzalah : 8 – 9). Disini Allah membedakan manusia menurut komunitasnya (muttaqin, kafirin, munafiqin, fasikin, musyrikin dan sebagainya) kemudian memberikan apresiasi menurut apa yang diperbuatnya.
Perbedaan ini harus kita fahami sebaik-baiknya agar tidak keliru dalam memahami otorisasi Allah terhadap pengabulan doa. Dia tidak akan menolak doa kita, begitu juga doa orang-orang yang kafir, orang-orang munafik, orang-orang fasik dan para pendosa lainnya karena kita dan mereka adalah makhluk Nya. Tetapi Allah juga sudah menyiapkan tempat-tempat tertentu di akhirat kelak susai amal perbuatannya.
Sebagai Pencipta, Pemrakarsa, Pemelihara dan Pengatur makhluk ciptaan-Nya, Allah senantiasa memberikan bimbingan kepada manusia agar tidak tersesat dari jalan kebaikan. Di setiap generasi dan zaman selalu ada manusia pilihan yang mendapat mandat dari Allah, yaitu para Nabi, Rasul, Khalifatullah, Mujaddid dan waliyullah serta siapa pun yang dikehendaki Nya untuk mewujudkan Rububiyah Nya dalam membawa manusia ke kehidupan yang baik di akhirat kelak.
Balasan amal berbeda dengan pengabulan doa. Di dunia Allah penuhi segala permohonan manusia tanpa membeda-bedakan keimanan, ketaatan dan kepatuhan. Tetapi konsekuensi amal perbuatan di dunia ini akan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing individu di akhirat kelak.
Jadi, senantiasalah yakin bahwa Allah tidak akan menolak doa-doa yang kita mohonkan, bahkan Dia akan mengabulkan doa-doa yang dimohonkan kepada-Nya. Jangan pernah terlintas dalam pikiran kita apa yang kita mohonkan tidak akan dikabulkan. Berfikirlah positif tentang Allah, karena Allah akan mengabulkan suatu permohonan menurut prasangka kita yang bermohon.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675].