Hari Kebangkitan Nasional, ‘Kebangkitan’ Pembelajaran

- Sabtu, 20 Mei 2023 | 12:59 WIB
Amri Ikhsan (Metrojambi.com)
Amri Ikhsan (Metrojambi.com)

 

Oleh: Amri Ikhsan*

PADA tanggal 20 Mei 1948, Presiden Soekarno menetapkan hari lahirnya perkumpulan Boedi Oetomo sebagai Hari Bangkitnya Nasionalisme Indonesia.

Tujuannya adalah salah satunya untuk menyadarkan masyarakat Indonesia, melestarikan budaya dan berupaya meningkatkan taraf hidup lewat pendidikan (PUPR).

Ini disadari bahwa pendidikan menjadi ‘senjata’ paling ampuh untuk meningkatkan semangat nasionalisme saat itu.

Maka Boedi Uetomo sebagai organisasi pertama pada masa pergerakan Indonesia, ingin membebas perjuangan dari prasangka keagamaan, dan lebih pada peningkatan pendidikan dan kebudayaan.

Jadi, program utama dari Boedi Uetomo saat itu adalah usaha perbaikan pendidikan dan pengajaran (Republika). Pergerakan ini tahu betual bahwa mendidikanlah yang harus menjadi ‘senjata’ pemungkas untuk meningkatka rasa persatuan di tengah masyarakat.

Dari perjuangan Boedi Uetomo, pada zaman kekinian, dapat dipetik pelajaran bahwa kebangkitan Nasional mesti dimulai dari kepedulian terhadap dunia pendidikan.

Semangat Kebangkitan Nasional harus dimulai dengan semangat pembaharuan pendidikan. Dan pembaharuan pendidikan tidak akan berdampak signifikan tanpa pembaharuan prmbelajaran, karena pembelajaranlah yang merupakan inti dari pendidikan.

Diyakini tidak akan ada dampak yang bermakna bila pendidikan kita lebih terfokus pada ‘administrasi’ pembelajaran, digitalisasi pendidikan, perubahan kurikulum atau berfokus pada ‘kehadiran’ guru tanpa memperhatikan proses pembelajaran, apa yang terjadi dalam ruang kelas, apa yang dilakukan guru dan peserta didik sangat menentukan kualitas pendidikan.

Kalau ‘ditemukan’ siswa yang ‘nakal’, bisa dipastikan itu hasil proses pembelajaran yang dilakukan di ruang kecil bernama ruang kelas.

Kalau ada siswa yang tidak ‘mau’ belajar, itu bisa jadi hasil ‘ketidaksesuaian’ yang didapatkan dalam ruang tersebut, bukan ‘gara gara’ RPP guru, bukan disebabkan kekurangan media pembelajaran, apalagi keberadaan ‘presensi online’.

Kebangkitan Nasional dengan kebangkitan pembelajaran diawali dengan melakukan perubahan paradigma pembelajaran.

Guru harus mengubah ‘tradisi turun temurun’: 1) siswa sebagai obyek pembelajaran; 2) siswa hanya menjawab pertanyaan; 3) tugas guru menyampaikan materi pembelajaran; 4) tidak ada guru, tidak belajar; 5) kelas yang berhasil adalah kelas yang tenang, tidak ribut, semua siswa diam, tangan dilipat di atas meja; 6) yang penting ujian akhir; 7) memfokus pada lietrasi baca tulis, abai dengan literasi manusia.

Halaman:

Editor: Ikbal Ferdiyal

Tags

Terkini

Devil’s Advocate di Satuan Pendidikan

Senin, 25 September 2023 | 09:56 WIB

Hak Milik dan Izin

Selasa, 19 September 2023 | 14:48 WIB

Hukum Alam Dalam Pembelajaran

Selasa, 29 Agustus 2023 | 09:58 WIB

Kemerdekaan dan Sabotase Diri

Kamis, 17 Agustus 2023 | 08:14 WIB

Tafsir 'Bajingan dan Tolol'

Rabu, 16 Agustus 2023 | 09:14 WIB

Lengser Keprabon, Mandig Pandito

Jumat, 11 Agustus 2023 | 10:14 WIB

Black Box Pembelajaran

Senin, 24 Juli 2023 | 08:51 WIB

Perkawinan dan Perbuatan Pidana

Sabtu, 22 Juli 2023 | 17:49 WIB

Izin dan Sertifikasi

Jumat, 7 Juli 2023 | 07:23 WIB

Libur dan Muhasabah Profesional

Senin, 26 Juni 2023 | 10:14 WIB

Guru ‘Bermuka Dua’

Senin, 5 Juni 2023 | 13:51 WIB

Tanggung Jawab Suami

Rabu, 24 Mei 2023 | 18:59 WIB

Resiko Bisnis atau Korupsi

Kamis, 11 Mei 2023 | 20:16 WIB

Media dan Marketing Politik

Minggu, 7 Mei 2023 | 16:37 WIB

Percakapan “Akademik’ Guru

Jumat, 5 Mei 2023 | 16:26 WIB
X