JAMBI - Terobosan pengolahan air gambut di Unit Usaha Lagan, PTPN VI, tekan biaya produksi hingga antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Sejak diakusisi PTPN VI, manajemen membuat water managemen atau pengelohan air dalam mengelola perkebunan sawit di 3.105 hektare dari 3.231,95 hektare luas lahan.
Pengelolaan air gambut ini penting untuk menjaga pertumbuhan tanaman sawit yang ada. Kemudian juga untuk kebutuhan air karyawan perkebunan dan antisipasi karhutla.
Manager Unit Usaha Lagan Nazarsyah Hutagalung mengatakan, pengelolaan air ini sangat penting untuk perkebunan sawit.
“Kita mengelola areal gambut seluas 3.105 hektare dengan panjang kanal-kanal kita, MD (Main Drain) lebih kurang 29.000 meter atau 29 km. Kemudian ada lagi, CD atau Colection Drain, dengan panjang lebih kurang 105.000 meter atau 105 km,” kata Nazarsyah.
Mengatisipasi karhutla, Nazarsyah mengatakan membuat pengolahan air ini sangat penting di lahan gambut yang rentan kebakaran.
“Jadi kita benar-benar serius dan konsen betul,” katanya.
Selain kebutuhan air dan pencegahan karhutla, pengelolaan air ini juga untuk transportasi sawit yang ada di perkebunan Unit Usaha Lagan.
Sejauh ini, transportasi TBS sudah mencapai 60 persen dan akan terus bertambah seiring peningkatan produksi sawit Unit Usaha Lagan.
Dengan ketersediaan air yang melimpah, produksi sawit di lahan gambut Unit Usaha Lagan lebih stabil dibanding dengan perkebunan di lahan mineral.
Meski demikian, pengelolaan air ini tetap mengikuti ketentuan yang ada. Misalkan pada ketentuan level air.
“Kita tetap mengacu peraturan-peraturan pemerintah khususnya di nomor 57 tahun 2016 itu diwajibkan bahwasanya ambang batas tinggi muka air ini tidak kurang dari pada 40, minus 40. Kita sangat konsen,” paparnya.
Pengelolaan air ini ternyata memiliki kendala juga. Nazarsyah menyebutkan seperti untuk transportasi air yang terkendala dengan kayu-kayu yang berada di kanal
“Kita sudah mengatasinya dengan mengangkatnya menggunakan alat berat,” ujarnya.
Dengan transportasi air ini, Unit Usaha Lagan sudah mengurangi pengunaan akses jalan darat. Tentunya, biaya perbaikan jalan jadi berkurang. Terlebih jalan gambut, rentan dengan kerusakan.
“Tetap mengunakan transportasi air berbiaya murah, lebih efektif,” katanya.
Sebaliknya, tanpa biaya perbaikan jalan, peningkatan transportasi air bisa ditingkatkan dengan menambah kapasitas maupun muatan.
Ekman Indra, Asisten Kepala Unit Usaha Lagan mengatakan, water managemen ini berdasarkan topografi dibagi menjadi tiga zona.
Pengelolaan air dijaga dari puluhan kanal-kanal yang ada dengan ambang batas minus 40. Untuk menjaga level air itu, dibuat sekat-sekat antar kanal di zona-zona tersebut.
Masih penjelasan Ekman, untuk pengelolaan air ini Unit Usaha Lagan membentuk divisi khusus.
“Setiap level ada petugas yang akan memonitor kondisi air kita. Baik di kondisi kanal, maupun di areal kita,” katanya.
Manajemen pengelolaan kanal ini berpengaruh pada produksi sawit. Baik pada musim kemarau maupun saat banjir. Mengunci kanal dengan level-level air, berdampak pada produktivitas sawit sekaligus terkait pengelolaan karhutla.
Ekman memaparkan, desain blok kanal berjarak. Pengelolaan kanal bahkan memiliki petugas dan menara pantau.
"Kemudian, tiga kanal berdimensi besar dan kedalaman hingga 6-8 meter menjadi persiapan antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)," tandasnya.