Penulis M. Ali Surakhman
Sikap Rakyat Terhadap Jepang
SELAMA menjajah Indonesia tiga setengah abad lebih, Belanda telah melakukan bermacam-macam tindakan terhadap rakyat Indonesia. Belanda tidak pernah akan memberi kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dan selalu mempergunakan politik pecah belah (devide et impera).
Dalam hal ini di daerah Kerinci selalu terjadi perang antara dusun dalam sengketa tanah atau batas wilayah akibat dari politik Belanda yang selalu mengadu domba. Belanda hanya memberi janji akan memberi kemerdekaan terhadap rakyat Indonesia yang sebenarnya untuk mengelabui mata rakyat terhadap maksud jahat dan penguasaan tanah dan ekonomi Indonesia
Pada bulan September 1939 pecah Perang Dunia II dan bulan Mei 1940 negeri Belanda dihancurkan dan diduduki Tentara Jerman. Hal tersebut mempengaruhi kedudukan Belanda di Indonesia. Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang mulai melancarkan serangan kilatnya dan daerah demi daerah di Indonesia berhasil mereka duduki.
Belanda ternyata tidak berdaya terhadap serangan tentara Jepang. Empat bulan kemudian yaitu pada tanggal 8 Maret 1942 tamatlah riwayat penjajahan Belanda di Indonesia dan diganti dengan pendudukan Jepang. Jepang berjanji kepada bangsa Asia, bahwa kedatangannya adalah untuk membentuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya, yang dengan semboyan Jepang Cahaya Asia, Pelindung Asia, dan Pemimpin Asia (3 A).
Propoganda Jepang tersebut mengakibatkan bangsa Indonesia mulanya menyambut dengan perasaan lega dan gembira.
Pada tahun 1942 datanglah pasukan Jepang ke Kerinci, datang dari arah Barat menuruti jalan Padang-Sungai Penuh. Mula sekali pasukan itu dipelopori oleh Opsir Jepang yang mengendarai sedan kuning, dimana mereka menempati Pesanggrahan Belanda (terbakar, didirikan di sana Kantor Camat di tempati oleh Kompi C Yon. 142).
Opsir Jepang itu ialah untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Conteler Belanda kepada Pemerintah Tentara Jepang Dai Nippon. Seminggu kemudian, maka masuklah iringan truk kompoi bala tentara Jepang memasuki kota Sungai Penuh dengan perlengkapan perang yang lengkap.
Dengan propoganda menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, maka rakyat Kerinci pun menyambut Jepang itu dengan gembira. Pemimpin-pemimpin Kerinci yakin, bahwa kedatangan Jepang adalah untuk membebaskan Kerinci dari penjajahan Belanda. Saat itu golongan adat, ulama, pemuda menerima dan taat kepada pemerintahan kerajaan Jepang.
Setelah Jepang menduduki Kerinci, Pemerintahan Militer Angkatan Darat dilaksanakan di Kerinci. Pemerintahan di Kerinci dikepalai oleh seorang Kepala Pemerintahan yang disebut Busutzo. Pusat Pemerintahan pada masa itu di rumah bekas Konteler Belanda, sedangkan pasukan Jepang bermarkas di lokasi Kodim 0417 Kerinci sekarang.
Pada mulanya pemerintahan Jepang berjalan dengan baik, tetapi itu hanya selama lebih kurang 4 bulan saja. Beberapa bulan kemudian pemerintah Jepang mulai keras, dan mulai melaksanakan maksud Jepang yang sebenarnya, yaitu:
1. Memiskinkan rakyat Indonesia;
2. Menjepangkan rakyat Indonesia dengan semangat Asia Timur Raya;
3. Memperalat bangsa Indonesia untuk kemenangan perangnya;
4. Melanjutkan imprealisme Jepang ke daratan Asia.
Untuk itulah pemerintahan Jepang mulai bersikap keras terhadap rakyat Kerinci. Dengan sikap keras, rakyat Kerinci tidak dapat berbuat apa-apa. Golongan ulama, adat, cerdik pandai didekati dan disatukan oleh Jepang dengan tujuan mempengaruhi rakyat.
Keadaan sosial ekonomi rakyat Kerinci mulai dikuasai, termasuk pembatasan hak terhadap menjalankan syariat Islam serta penindasan terhadap ekonomi rakyat. Rasa takut yang sangat terhadap Kempetai Jepang, terkenal dengan sebutan MP Jepang melumpuhkan semangat dan mentalitas rakyat Kerinci.
Pada masa itu golongan ulama diam seribu bahasa dan golongan adat diberikan kedudukan memimpin Cikidang. Rakyat di dusun-dusun dibujuk dengan distribusi sandang dan dibangkitkan semangat kerja di perkebunan Kinrohosikai.
Pemuda-pemuda dilatih di dalam Seinendan dan kaum ibu disatukan di dalam Tubuh Kaum Ibu (TKI) yang dipimpin oleh Zainab Tazar dan Nursiah Isrin. Di bawah Pemerintahan Militer Jepang keadaan pendidikan di Kerinci hanya bertujuan untuk mendidik pemuda kader Jepang.
Murid sekolah diberi semangat bekerja untuk Asia Timur Raya. Lagu-lagu semangat Jepang menempati mata pelajaran paling atas. Sekolah tertinggi pada masa itu yaitu Kokoming Gakko, kemudian disebut juga Sekolah Sambungan Nippon Indonesia (SESNI).
Sekolah tersebut dikepalai oleh Panggabean, Arsyad dan kemudian Yakub, merupakan satu-satunya sekolah Jepang yang diajarkan Bahasa Jepang di Kerinci. Sekali 6 bulan murid-murid SD tersebut mendapat dasar baju 2 m setiap murid.
Hampir setiap hari murid mendapat pekerjaan misalnya menanam jarak, ubi dan lain-lain. Senam pagi yang disebut Taiso tetap dilaksanakan dan sebelum senam terlebih dahulu menghadap ke Timur untuk menghormati Tenno Heika (Kaisar Jepang). Setelah senam selalu mengucapkan semboyan “Banzai” (Hidup), dan melakukan lagu kebangsaan Jepang Kimi Gayo.
Kehidupan rakyat Kerinci yang demikian berjalan sampai saat ditinggalkan oleh bala tentara Jepang. Pemuda-pemuda di dusun dilatih dalam barisan Seinendan, kaum Ibu dilatih dalam Ha-Ha No Kai, golongan agama diberikan kedudukan didalam Hokokai dan golongan adat kedalam Cikidang.
Pemuda-pemuda yang terpelajar yang dianggap cakap oleh Jepang dikirim ke Padang untuk dilatih menjadi Opsir dan Laskar Rakyat atau Gyu-Gun. Di samping itu ada lagi pemuda dusun yang kuat dan tegap yang dikirim ke Padang untuk menjadi anggota Militer disebut Heiho.
Banyak di antara mereka ini (anggota Heiho) yang dikirim ke Halmahera dan Birma. Diantara mereka ada yang kembali dan ada yang menemui ajalnya di medan perang melawan Sekutu. Kebanyakan mereka kembali pada waktu perjuangan fisik yang tergabung dalam persatuan GATI (Gabungan Tentara Indonesia).
Pemuda-pemuda terpelajar yang menjalani latihan militer, Onder Opsir dan Opsir itu antara lain, ialah A. Thalib, Alamsyah, Muradi, Abu Yusuf, A. Karim, Kasim, Syarif Yakin, Rivai Arif, Bakhtarudin, Kamarudin, Hasyimi dan lain-lain. Setelah menjalani dinas militer Jepang, diantara mereka banyak pula yang ditugaskan di luar Kerinci, seperti di Muko-Muko, Painan, Indrapura, Siguntur, Padang, Sawah Lunto dan tempat lainnya.
Pemerintahan militer Jepang di Kerinci disentralisir di ibukota Sungai Penuh. Pada zaman penjajahan Belanda Busutzo itu bisa disamakan dengan Asisten Conteler dan Asisten Demang. Sebagai alat administrasi pemerintah di daerah Kerinci Busutzo mempergunakan para Mendapo dan Kepala Dusun. Jepang tahu bahwa Mendapo, Kepala Dusun dan Ninik Mamak adalah Pemimpin Golongan Adat yang menjadi panutan rakyat Kerinci.
Bagi Mendapo, Kepala Dusun dan Ninik Mamak bukan tidak mungkin memiliki semangat anti Jepang, tetapi karena tindakan keras Jepang dengan hukum militer menyebabkan mereka tidak bisa berkutik sedikitpun.
Di bawah pemerintahan militer yang keras rakyat Kerinci dibawa Jepang kepada satu tujuan, yaitu untuk memenangkan perangnya melawan pasukan sekutu. Di bawah penindasan pemerintahan militer Jepang, rakyat Kerinci sangat menderita dan perekonomiannya hancur luluh.
Banyak rakyat yang kurus kering, mati kelaparan dan berpakaian hanya kulit kayu yang disebut terok dan goni halus yang sangat laku dipasaran waktu itu, untuk memperoleh kain belacu putih dan hitam, maka rakyat Kerinci harus berjalan kaki ke Tanah Tumbuh (Kabupaten Bungo) berbulan-bulan lamanya meninggalkan anak dan istri dengan membawa beras 1 atau 2 kaleng perorang, diangkut dengan alat pikul yang disebut pating.
Beras tersebut ditukar dengan kain belacu dan lain-lain untuk dibawa kembali ke Kerinci. Banyak diantara mereka yang meninggal dalam perjalanan dengan medan yang berat, cuma hanya untuk sepotong kain.
Padi rakyat diambil Jepang di tengah sawah atau dipaksa dikeluarkan dari lumbung untuk makanan serdadu Jepang. Dengan adanya perampasan itu maka rakyat Kerinci kekurangan beras. Kehidupan amat menyedihkan dan rakyat sangat menderita, namun mereka tetap dininabobokkan dengan semangat bekerja dan janji kemerdekaan. Kemerdekaan itulah yang diharapkan oleh rakyat, bebas dari belenggu penindasan dan penjajahan. Keadaan kehidupan sosial demikian, mendorong pemuda-pemuda Kerinci untuk memasuki Gyu-Gun dan Heiho.
Mereka yang terpelajar dan cakap tahu bahwa dengan pengetahuan militer yang mereka peroleh akan menjadi modal merebut kemerdekaan. Semangat nasionalis dan perasaan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara telah menyebabkan para pemuda bersedia dilatih oleh Jepang. Mereka sadar dan yakin bahwa mereka memperoleh pengetahuan militer, kelak akan dipergunakan untuk merebut kemerdekaan. Kepada mereka selalu dijelaskan janji Jepang akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia, tetap akan dilaksanakan bila tiba masanya. Merekalah yang akhirnya selalu disebut dan diberi nama Tentara Pembela Tanah Air, sehingga kepada mereka diajarkan disiplin yang keras. Dilatih keberanian berperang dan tahan menderita.
Modal pengetahuan itu mereka bawa untuk merebut kemerdekaan dan sebagai perjuangan gerilya dalam Agresi Belanda berikut di Kerinci.
Penjelasan-penjelasan dan berita bahwa Indonesia akan merdeka diperdapat dari pasukan Jepang yang pulang ke Kerinci. Di dusun-dusun didirikan gerakan penerangan persiapan menyambut kemerdekaan, yang akan membebaskan mereka dari belenggu penderitaan dan kemelaratan. Oleh sebab itu diminta kepada rakyat agar dapat membantu perjuangan.
Pada tahun 1944, angkatan perang Jepang terdesak hingga jauh ke Utara, dan beberapa daerah sudah diduduki oleh sekutu. Jepang terdesak lalu memperkuat janjinya akan memberikan kemerdekaan, dan untuk maksud tersebut, maka dibentuklah sebuah panitia dengan Soekarno sebagai Ketua dan Mohd. Hatta sebagai Wakil Ketua, dengan tugas menyusun landasan hukum dasar baru kemerdekaan Indonesia.
Mendengar hal itu pada pertengahan tahun 1945 golongan ulama, adat, cerdik pandai di Kerinci mulai giat melaksanakan persiapan mencari siasat untuk merebut kemerdekaan dari tangan Jepang. Penerangan-penerangan dan pergerakan bawah tanah yang dipimpin oleh A. Thalib dan H. Adnan Thaib mulai melakukan kegiatan dan persiapan seperlunya. Waktu itu A. Thalib yang langzim disebut oleh masyarakat Kerinci Opsir Thalib berpangkat Letnan Satu. Pemuda-pemuda yang kita sebut diatas tadi yaitu Gyu-Gun seperti A. Thalib, Muradi, Alamsyah, Abu Yusuf, Mansyur Sami, Mat Deri, H. Ridwan, merupakan pemegang peranan penting dalam perjuangan fisik di Kerinci. (selesai)
Sumber :
- Perjuangan Rakyat Kerinci, Alimin Dpt
- Arsip Nasional Korp Veteran RI