JAMBI - Kredit kepemilikan rumah (KPR) komersial dari tahun ke tahun kian sepi peminat. Hingga Juni 2017, PT Bank Tabungan Negara BTN mencatat, penyaluran pembiayaan KPR baru Rp 73 miliar. Padahal target yang ditetapkan untuk tahun 2017 sebesar Rp 160 miliar.
Yodi Nataria, customer leanding head PT BTN cabang Jambi mengatakan, KPR komersial pembiayaan semakin menurun dari tahun ketahun, karena masyarakat sekarang sudah cerdas.
"Mereka lebih memilih rumah bersubsidi dibanding rumah komersil. Rumah sudah dikeramik dan di plafon, belum lagi suku bunga bersubsidi jauh lebih murah yakni 5 % flat. Ini sangat berpengaruh terhadap penjualan rumah komersil yang semakin sepi peminat," jelas Yodi.
Menurutnya, persentase pembiayaan KPR non subsidi dibandingkan KPR bersubsidi dari tahun ke tahun kian merosot. Tahun 2015 non subsidi sebesar 67%, 2016 turun menjadi 26%, dan 2017 juga turun menjadi 17%.
"Penyebab lain sepinya minat KPR komersial karena faktor harga yang berbeda sangat jauh,’’ ujarnya.
Yodi mencontohkan, untuk rumah bersubsidi dengan tipe 36 dijual seharga Rp 123 juta, sedangkan rumah komersial atau non subsidi dengan tipe 45 dijual seharga Rp 180 juta hingga Rp 200juta.
"Spesifikasi rumah kurang lebih sama yakni sama-sama di keramik, di plafon dan memiliki carport, hanya beda luas bangunan saja. Karena itulah masyarakat banyak yang beralih ke rumah bersubsidi," katanya.
Apalagi saat ini pihak pengembang mulai membangun rumah bersubsidi dengan desain minimalis yang tampak bagus dan elegan. Sehingga ini memberi daya tarik tersendiri.
Dikatakannya, tidak semua konsumen bisa membeli rumah bersubsidi, karena rumah bersubsidi hanya diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di bawah Rp 4 juta dan di atas Rp 3 juta.