Kamis, 30 Maret 2023

Ini Duduk Perkara Kasus IUP Batubara yang Menjerat Pengusaha Batubara Jambi

Kamis, 03 Juni 2021 | 07:02:44 WIB


Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH MH
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH MH / ist

JAMBI - Empat tersangka dugaan tindak pidana korupsi kasus pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batubara di Kabupaten Sarolangun, ditahan oleh penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung hari ini, Rabu (2/6) malam tadi.

Berdasarkan rilis yang diterima Metrojambi.com dari Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung,  empat tersangka yang ditahan yakni, AL (direktur PT Antam Tbk 2008-2013), HW (direktur pperasional PT Antam),  BM (mantan direktur utama PT Indonesia Coal Resources/ICR periode 2008-2014), dan MH (komisaris PT Tamarona Mas Internasional/TMI periode 2009-sekarang).

AL diketahui adalah Alwinsyah Lubis, sedangkan BM adalah Bachtiar Manggalutung dan MH adalah Matlawan Hasibuan, pengusaha batubara asal Jambi.  Bachtiar ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan Alwinsyah, HW, dan Matlawan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntaj,SH.MH dalam siaran persnya, menjelaskan duduk perkara kasus IUP Batubara yang diduga merugikan keuangan negara Rp 92,5 miliar.

Eben Ezer menjelaskan, Bachtiar Manggalutung selaku Direktur Utama PT ICR periode 2008-2014 mengakuisisi PT TMI yang memiliki izin usaha pertambangan batubara di Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun.

Akuisisi dilakukan sebagai bagian dari ekspansi akhir tahun PT ICR. PT ICR adalah anak perusahaan PT Antam.

Setelah mendapat hasil laporan site visite, Bachtiar bertemu Muhamad Toba Citra Tobalindo Sukses Perkasa (CTSP) selaku penjual (kontraktor batubara) pada 10 November 2010. Mereka menentukan harga pembelian yaitu Rp 92,5 miliar, padahal belum dilakukan due dilligence.

Pada 19 November 2010 di Jakarta dilaksanakan MOU antara PT ICR, PT CTSP, PT TMI dan PT RGSR (Riau Gemilang Surya Reteh) untuk akuisisi saham PT CTSP sebagai pemegang IUP seluas 400 hektare.

Karena PT ICR tidak memiliki dana untuk akuisisi PT CTSP, AA yang menjabat selaku Komisaris Utama PT ICR meminta penambahan modal kepada PT Antam sebesar Rp 150 miliar.


Setelah dilakukan kajian internal oleh PT Antam, yang dikoordinir oleh tersangka HW, AL selaku direktur utama mengeluarkan keputusan menyetujui penambahan modal disetor kepada PT ICR sebesar Rp 121,97 miliar. 


Kejagung menduga kajian internal oleh PT Antam tidak dilakukan secara komprehensif. Ditemukan bahwa SK Bupati Sarolangun No 32 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT TMI (KW.97 KP.211210) tanggal 22 Desember 2010 diduga fiktif.

Sebab, kenyataannya IUP pada  lahan 201 hektare  masih berstatus eksplorasi. Due dilligence pada lahan 199 hektare lainnya, yang memiliki IUP OP, hanya dilakukan pada areal 30 hektare saja karena itu disimpulkan tidak komprehensif.

Diketahui, Bachtiar dan Ady Taufik tidak pernah menunjukkan IUP asli atas lahan tambang batubara yang menjadi objek akuisisi. Setelah dilakukan perjanjian jual beli saham pada 12 Januari 2011, Matlawan mendapat pembayaran Rp 35 miliar.

Sedangkan tersangka lainnya, Muhamad Toba, mendapatkan pembayaran Rp 56,5 miliar.


Penulis: Ria
Editor: Ikbal Ferdiyal



comments