Rabu, 22 Maret 2023

Dari Daring Ke Luring: Sebuah Transisi

Jumat, 24 September 2021 | 15:01:11 WIB


Amri Ikhsan
Amri Ikhsan / istimewa

Oleh: Amri Ikhsan

Learning loss adalah salah satu kekhawatiran yang membuat PTM harus dilaksanakan, karena ada kekhawatiran hilangnya minat belajar pada siswa karena berkurangnya intensitas interaksi dengan guru saat proses pembelajaran.

Harus akui, pandemi COVID-19 telah mengubah pola interaksi dan kebiasaan sekolah/madrasah. Risiko penularan Covid-19 membuat pembelajaran tatap muka memerlukan penyesuaian untuk memastikan keselamatan warga sekolah/madrasah.

Disaat pandemi, sistem pembelajaran daring dan luring ini mau tidak mau harus tetap dilaksanakan karena sebelum pandemi ini berakhir, siswa tidak mungkin dibiarkan tidak belajar. Belajar adalah hak asasi anak bangsa.

Seperti diketahui, pembelajaran secara daring berarti guru dan siswa berkomunikasi secara digital, menggunakan platform pembelajaran maupun media sosial yang terhubung dengan koneksi internet. Sedang ‘enak enaknya’ harus kembali ke tatap muka. Kalau situasi pandemi belum terkendali, terpaksa lagi kembali ke daring. Inilah dinamika pembelajaran disaat pandemi

Bisa jadi, kedua model ini digabung yang dinamai blended learning. Bila pandemi terkendali, luring dilaksanakan, tapi bila pademi ‘membara’ beralih ke daring, sangat fleksibel. Banyak yang belum berpengalaman dengan model ini. Pengalihan dari daring ke luring atau sebaliknya bisa ‘beresiko’ kalau tidak dikelola dengan baik.

Hasil penelitian Joint Research Centre (JRC) akhir 2020 tentang sistem pembelajaran daring menyatakan bahwa peralihan dari pembelajaran luring ke daring yang disebabkan karena COVID-19, berdampak negatif bagi siswa. Hal ini disebabkan mereka masih memiliki kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru. (Media Indonesia, 03/01/2021),

Peralihan ini dikhawatirkan dapat mengganggu pembelajaran siswa, bila guru ‘tidak berpikir’ sebelum melaksanakan PTM. Guru harus membeda bedakan mana siswa yang ‘lancar’, tidak ada kendala yang berarti dalam daring dan mana siswa yang ‘bermasalah’, tidak memiliki akses ke sumber daya digital pembelajaran yang relevan (HP tidak kompartabel, kuota terbatas, sinyal lelet, dll) dalam pembelajaran daring.

Oleh karena itu, guru harus menyesuaikan diri dengan transisi daring ke luring atau sebaliknya. Bahasa menjadi hal yang penting karena pada prinsipnya kegiatan ini menitikberatkan pada bagaimana menggerakkan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran (Wicaksono, 2016). Bahasa menjadi alat penghubung sehingga pembelajaran bisa menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.

Bahasa dengan berbagai variasi bisa membuat pembelajaran berlangsung menyenangkan, kondusif, lancar sehingga waktu berjalan begitu cepat. Dan siswa mendapatkan ‘haknya’ pembelajaran berkualitas. Sebaliknya, bahasa juga bisa membuat pembelajaran berlangsung membosankan, penuh tekanan, dan bagi siswa waktu berjalan begitu lambat, ‘rasa berada di ruang yang panas membara, menyesakkan.

Perlu ada usaha guru untuk ‘mempermudah’ transisi pembelajaran agar siswa merasa tidak ada perbedaan yang ‘membingungkan’ antara daring dan luring.

Pertama, baik daring maupun luring tetap memerlukan teknologi, maka kuasailah. Ternyata (guru) masih memiliki kapabilitas yang rendah untuk penguasaan teknologi ketika mereka mau melakukan pembelajaran (Studi SMERU). Jangan diartikan dari daring ke luring sama dengan dari teknologi ke manual. Selama daring memakai teknologi, tapi setelah kembali PTM kembali ‘ceramah’ seperti biasa.

Kedua, kerjasama antara orang tua, guru dan siswa harus dilanjutkan. Kembali ke PTM bukan mengembalikan pendidikan siswa hanya ke pundak guru. Saling membantu, komunikasi  dan berkontribusi selama pembelajaran sangat membantu siswa dalam belajar. Kolaborasi ini perlu ditingkat agar percepatan pembelajaran siswa bisa dipantau secara seksama.

Ketiga, benahi komunikasi pembelajaran, yaitu, susunan informasi untuk menghasilkan belajar. Transisi pembelajaran sangat bergantung pada komunikasi guru dan siswa atas informasi baru. Karena diyakini, kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran (Masdul, 2018). Guru harus mempermudah terjadi proses transformasi pesan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi kepada siswa yang ditandai dengan bertambahnya wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. 

Keempat, pada pertemuan awal, usahakan agar materi ajar lebih ‘dekat dan relevan’ dengan siswa, agar ‘pandangan pertama’ ini tidak menimbulkan kebingungan. Intinya, diskusikan materi dimana guru yakin siswa memiliki kapasitas untuk belajar hal itu. Guru bisa melakukan komunikasi interpersonal, untuk menambah semangat, membuka kembali pikiran kritis dengan memancing diskusi ‘ringan’ tentang kehidupan disekitar siswa.

Kelima, yang paling penting, tugas guru itu ‘memudahkan’, membuat mudah suatu proses pembelajaran. Guru adalah orang yang bertugas mengelola proses komunikasi, mendukung kegiatan pembelajaran agar siswa belajar maksimal. Guru merencanakan, membimbing, mendorong siswa percaya diri dalam menyampaikan pengalaman dan pikirannya, dengan partisipasi yang maksimal.

Maka, sikap guru dalam konteks ini: a) berempati, merasakan dan menghargai pengalaman dan perasaan siswa; b) peka terhadap situasi, mengetahui kapan siswa merasa bersemangat, bosan, mengantuk, tahu kapan harus bicara, berhenti dan bertanya; c) mampu membuat suasana hangat, akrab, dan siswa merasa diperhatikan; d) tidak menonjolkan diri sendiri, menggurui, atau merasa paling ahli, dll. (LSPS)

Keenam, permudahkan: a) membahasakan kembali gagasan siswa, untuk membuat siswa merasa dihargai; b) apabila gagasan siswa belum lengkap, guru menggali kembali gagasan yang belum dikatakan; c) memantulkan. guru berfungsi sebagai dinding, mengulang apa yang dikatakan siswa, untuk meyakinkan siswa bahwa mereka betul-betul didengarkan.

Kemudian, d) mengumpulkan, mengurutkan dan menemukan kesamaan gagasan siswa, agar siswa merasa gagasannya ‘penting’; e) menguatkan, siswa yang ‘diam’ harus dikuat dengan dorongan positif untuk terlibat dalam pembelajaran;  f) menyeimbangkan dan membuka ruang, kalau ada siswa yang dominan, guru membantu siswa yang tidak aktif untuk berpartisipasi, dll.

Ketujuh, perhatikan siklus pembelajaran di masa pandemi COVID-19: kurikulum, asesmen dan pembelajaran. Keselarasan antar tiga komponen tersebut akan menggerakkan pembelajaran untuk memastikan pencapaian kompetensi oleh peserta didik. (Balitbang Kemendikbudristek).

Yang sering dilupakan, pembelajaran harus  memandu siswa menghubungkan pelajaran dengan konsep yang telah dikuasai dan praktik kehidupan sehari-hari dengan memberikan diferensiasi cara belajar yang mencakup diferensiasi cara mendapatkan informasi, mengelola informasi serta mempresentasikan hasil belajar.

Dan yang tunggu tunggu siswa adalah umpan balik, mereka ingin penyataan guru tentang apa yang sudah mereka pahami dan mana yang belum. Inilah dasar bagi mereka untuk menekuni lagi pelajaran yang sudahdiberikan.

Mari kita pastikan PTM berjalan semestinya, dengan cara mempermudah siswa belajar. Aamiin!

*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah


Penulis: Amri Ikhsan
Editor: Ikbal Ferdiyal



comments