JAMBI - Kasus korupsi suap “ketok palu” RAPBD Provinsi Jambi diawali dengan operasi tangkap tangan oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 November 2017. Dari operasi itu KPK berhasil mengungkap praktek suap “ketok palu” untuk pengesahan RAPBD 2017 dan 2018.
Baca versi cetaknya disini
Dalam sidang terdakwa ketua DPRD Provinsi Jambi 2014-2019, Conerlis Buston, terungkap bahwa pembicaraan soal suap “ketok palu” muncul setelah Gubernur Jambi kala itu, Zumi Zola, menyampaikan Nota Pengantar RAPBD 2017 pada 1 November 2016.
Baca juga : KPK Periksa 15 Saksi untuk Tersangka Baru Kasus Suap Ketok Palu RAPBD Provinsi Jambi
Cornelis yang juga ex officio Ketua Banggar meminta jatah proyek ke Dinas PUPR senilai Rp 50 miliar. Sedangkan wakil ketua DPRD kala itu, Zoerman Manap (almarhum), secara terpisah mengingatkan ajudan Zumi Zola, Apif Firmansyah, soal tradisi uang “ketok palu”.
Baca juga : KPK Benarkan Tetapkan 28 Tersangka Baru Kasus Suap Pengesahan RAPBD Provinsi Jambi
Dalam berkas putusan Cornelis disebutkan, Zoerman menyebut jumlah yang sama seperti tahun sebelumnya, yakni Rp 200 juta per anggota DPRD.
Secara terpisah pula, Zainal Abidin selaku Ketua Komisi III (yang membidangi infrastruktur) meminta tambahan uang “ketok palu” sebesar Rp 175 juta per orang. Ada 13 orang anggota Komisi III.
Baca juga : Beredar Informasi KPK Tetapkan 28 Tersangka Baru Kasus Suap Pengesahan RAPBD Provinsi Jambi
Apif, berkoodirnasi dengan pengusaha bernama Muhammad Immaduddin alias Iim dan Kadis PUPR Doddy Irawan, lalu mengumpulkan uang dari para rekanan. Jumlahnya bervariasi hingga terkumpul Rp 9,5 miliar.
Kebutuhannya sekitar Rp 15 miliar. “Untuk memenuhi kekurangan tersebut, Apif Firmansyah menggunakan uang fee dengan cara ijon proyek APBD 2017 yang dikumpulkan dari rekanan,” tulis jaksa KPK dalam surat dakwaan.
Baca juga : Nasri Umar Sudah Dapat Kabar Ditetapkan Tersangka, Tapi Belum Terima Surat Resmi